Rika Al_Syafe'i

Minggu, 10 Juli 2011

HEDGING DAN REKAYASA KEUANGAN


Manajemen risiko yang efisien mensyaratkan adanya upaya untuk mengantisipasi risiko dan mengubahnya menjadi komponen yang sekecil mungkin. Kemudian mendesain instrumen keuangan disesuaikan dengan persyaratan profil return atas setiap komponen mikro risiko. Proses ini dikenal dengan istilah rekayasa keuangan (financial engineering). Proses relkayasa keuangan dimaksudkan untuk mendesain instrumen keuangan baru untuk pemanfaatan yang maksimal dalam alokasi dan mobilisasi sumber dana. Melakukan desain atas instrumen keuangan syariah merupakan salah satu tantangan yang sangat penting bagi institusi keuangan Islam dewasa in
            Salah satu cara yang cukup efektif atas penerapan rekayasa keuangan adalah dalam area hedging. Dewasa ini, dalam dunia ekonomi internasional, hedging merupakan salah satu instrumen yang penting dalam manajemen risiko . Dalam dunia keuangan, hedging disinyalir bisa mereduksi ketidakstabilan nilai tukar atau harga instrumen keuangan lainnya dalam pasar. Bagi individu, kegiatan bisnis dan institusi keuangan tidak bisa mengabaikan instrumen alternatif ini dalam manajemen risiko yang dimiliki. Karena, instrumen ini memiliki peran yang kuat untuk menahan terjadinya kerugian yang substansial dan menghilangkan efek negatif yang besar dalam semua kegiatan ekonomi.
            Risiko nilai tukar bukanlah merupakan sesuatu yang sering terjadi di zaman Rasulullah begitu juga di masa khilafah ar-rasyidah. Nilai tukar antara uang koin emas dan perak dalam sistem moneter bimetal yang berlaku, relatif stabil sekitar 10. Akan tetapi, stabilitas nilai ini tidak berlanjut sampai sekarang ini. Dua mata uang logam ini mengalami perbedaan penawaran dan permintaan dalam beberapa kondisi, yang berakibat pada semakin meningkatnya ketidakstabilan harga. Rasionya terkadang bergerak dibawah 20, 30, dan bahkan 50. Kondisi ketidakstabilan ini akan memperburuk nilai mata uang (coin). Menurut Al-Maqrizi (w. 845/1442) dan Al-Asadi (w. 854/1450), mata uang yang baik harus ditarik dari peredaran, fenomena ini, sejak abad ke-16 dikenal dengan Gresham’s Law yang diadopsi (mengganti) dari Al-Maqrizi atau Al-Asadi Law. Kondisi instabilitas ini menciptakan kesulitan bagi setiap orang, dan tidak ditemukan solusi untuk melindungi individu dan ekonomi dari efek negatif yang ditimbulkan.
            Untuk mengatasi persoalan ini, dunia keuangan berusaha menghilangkan standar bimetal (dua logam mulia) dan beralih kepada standar emas dan kemudian standar nilai tukar karena adanya nilai keseimbangan yang pasti. Namun demikian, kedua standar ini menciptakan persoalan baru, dan perlu ditinggalkan pada kondisi nilai tukar mengambang (floating exchange rate). Nilai keseimbangan yang pasti (fixed parities)  juga berakibat pada terjadinya ketidakstabilan dalam valuta asing. Selain itu, risiko yang ada juga mengakibatkan perdagangan dan keuangan luar negeri menjadi tidak proporsional. Hal ini memungkinkan bagi bank danb pelaku bisnis untuk mengelola risiko nilai tukar dan harga dengan menyerahkan persoalan ini pada pihak yang mau menanggung risiko dengan biaya tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar