Rasulullah
SAW.bersabda,” Jadilah orang yang
wara' niscaya engkau menjadi manusia paling beribadah."
Menurut
Sahal bin Abdullah wara’ adalah
meninggalkan hal-hal yang tidak pasti (subhat), yaitu hal-hal yang tidak
berfaedah. Menurut as-Syibli wara’
merupakan upaya untuk menghindarkan diri dari berbagai hal yang tidak berkaitan
dengan Allah SWT. Dan menurut imam al-Ghazali wara’ adalah menahan diri dari larangan Allah SWT.
Sesungguhnya
orang yang mengenal Rabb-nya dan menempatkan-Nya sebagaimana mestinya, menjauhi larangan-Nya dan mengagungkan syi'ar-syi'ar-Nya,
akan melakukan pengagungan sampai kepada sikap hati-hati dari setiap perkara yang bisa
menyebabkan kemurkaan Allah SWT.
di dunia maupun di akhirat. Maka
wara' di sisi-Nya termasuk jenis takut yang membuat seseorang meninggalkan
banyak hal yang dibolehkan, jika hal itu menjadi samar atasnya bersama yang
halal agar tidak merugikan agamanya.
Menurut
Imam al-Ghazali wara’ ada tiga macam.
Pertama, wara’ shidiqqin yaitu
meninggalkan sesuatu yang tidak ada dalil atau bukti kehalaannya. Kedua, wara’ muttaqiin yaitu meninggalkan
sesuatu yang tidak mengandung subhat tetapi dikhawatirkan membawa kepada yang
haram. Dan yang ketiga adalah wara’
shalihin yaitu meninggalkan hal-hal yang boleh jadi halal atau haram,
tetapi belum tentu menyehatkan atau baik untuk tubuh.
Di
antara tanda yang mendasar bagi orang-orang yang wara' adalah kehati-hatian
mereka yang luar biasa dari sesuatu yang haram dan tidak adanya keberanian
mereka untuk maju kepada sesuatu yang bisa membawa kepada yang haram. Dan dalam
hal ini, Rasulullah SAW. bersabda:
Dan barangsiapa yang bertindak berani di tempat-tempat yang
diragukan, niscaya bertambahlah keberaniannya terhadap sesuatu yang lebih
berat: “Dan sesungguhnya orang yang bercampur keraguan, hampir-hampir ia berani
(kepada yang diharamkan).” (Sunan Abu Daud, kitab buyu’ (jual beli), bab ke-3 no. 3329).
Sifat wara' tercermin dalam menjaga diri
terhadap berbagai keburukan dalam rangka menjaga kebaikan dan
menjaga keimanan. Menjaga hati dari sesuatu yang buruk dan merupakan aib di
hadapan sang kholiq dan di depan para malaikat mukarramin. Manakala bertambah
kewaspadaan, maka di saat itu pula maksiat akan menjadi sedikit, dosa-dosa dan
kejelekan menjadi berkurang.
Maka wara' yang
sebenarnya adalah seperti yang digambarkan oleh Yunus bin 'Ubaid rahimahullah: “yaitu keluar dari semua yang subhat dan muhasabah
(introfeksi) terhadap diri sendiri di setiap kedipan mata”. (Tahdzib Madarijus Salikin, hal.
290). Orang-orang
yang memiliki kedudukan yang tinggi selalu bersikap prefentif untuk diri mereka
sendiri dengan berhati-hati dari sebagian yang halal yang bisa membawa kepada
sesuatu yang makruh atau haram. Diriwayatkan dari Rasulullah SAW. beliau bersabda:"Seorang
hamba tidak bisa mencapai derajat taqwa sehingga ia meninggalkan yang tidak
dilarang karena khawatir dari sesuatu yang dilarang."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar