Rika Al_Syafe'i

Rabu, 22 September 2010

komponen karangan ilmiah dan perencanaan karangan

komponen karangan ilmiah dan perencanaan karangan

oleh Rika Rovikoh pada 16 September 2010 jam 17:27
Organisasi karya tulis ilmiah disebut pula pembabakan karangan menuntun penulis untuk menyusun organ atau komponen karangan yang diperlukan dan di mana ditempatkannya sesuai dengan konvensi naskah. Ada tiga komponen utama dalam karangan sesuai dengan konvensi yaitu
  a. komponen pelengkap awal (disebut pula bagian pendahulu) yang berisi butir berikut sesuai dengan kebutuhan dengan urutan
  1. halaman judul
2. halaman pengesahan (untuk tugas akhir dsb)
3. prakata
4. kata pengantar (bila perlu)



    5.sari (abstrak dalam bahasa Indonesia)
   6.abstrak dalam bahasa Inggris dsb.
   7.daftar isi
   8.daftar tabel
   9.daftar gambar (peta, ilustrasi)
   10.daftar lampiran
   11.daftar lambang dan singkatan
   12.daftar istilah (diberi penjelasan)
b. komponen utama (bagian isi) yang memuat uraian bab demi bab,
pasal demi pasal sesuai dengan kerangka organisasi/isi.
c. komponen pelengkap akhir (bagian penyudah) yang memuat organ
berikut dengan urutan
  •  
    •  
      • Pustaka
      • Lampiran
      • indeks (penjurus) dapat berupa indeks istilah atau nama
      • riwayat hidup penulis
Tujuan
  • Mahasiswa dapat menghasilkan karangan ilmiah berdasarkan sistem APA
  • Mahasiswa dapat menjelaskan manfaat studi literatur dan menulis karangan ilmiah sesuai standard.
Bina Nusantara

 Komponen Karangan Ilmiah : Judul
  • Judul adalah nama, titel, dan label untuk suatu karangan
  • Persyaratan Judul :
1. Harus sesuai dengan topik atau isi karangan.
2. Berbentuk Frase.
3. Harus dinyatakan secara jelas dan bukan kata kiasan.
4. Harus mampu mengcover isi.
5. Tidak boleh lebih dari 12 kata, jika panjang dibuat anak judul, contoh :
  • Evaluasi Penerapan Pembelajaran e-Learning di Perguruan Tinggi : Suatu Studi Kasus di Universitas Bina Nusantara
6. Sebaiknya tidak mengandung singkatan atau akronim.
Bina Nusantara

 Bagian I : Pendahuluan
  • Pendahuluan adalah penuntun atau pembimbing untuk memahami isi karya tulis.
  • Cakupan Pendahuluan adalah latar belakang, pernyataan masalah ( statement of problem), ruang lingkup (Scope and limitation), tujuan ( Goals), dan metodologi penelitian (research methods).
Bina Nusantara

 Latar Belakang
Latar belakang berisi :
  • Gambaran permasalahan secara umum.
  • Alasan pemilihan permasalahan, mengapa tertarik pada topik ini ?
  • Pengertian istilah teknis (jika ada).
Bina Nusantara

 Pernyataan Masalah
  • Pernyataan masalah (statement of problem) berisi gambaran masalah utama yang akan dianalisis di dalam penelitian.
  • Masalah utama bisa juga berwujud hipotesis yang akan dibuktikan di dalam penelitian. Pernyataan masalah sebaiknya dibuat dalam satu kalimat dan memakai awalan bagaimana ... (How ....). ”
  • Contoh :
  • Masalah dalam studi ini adalah bagaimana orang tua tega untuk menyiksa anaknya sendiri.
Bina Nusantara

 Lingkup bahasan
  • Lingkup Bahasan (Scope and limitation) berisi

Cakupan dan batasan isi karya tulis,misalnya:
  • Cakupan (scope) studi berupa :
kasus, topik, daerah, kejadian, buku, novel, drama, karya sastra, dll. yang mengandung masalah yang akan dibahas.
  • Batasan (limitation) adalah unsur masalah di dalam cakupan yang akan dibahas, bisa pelaku peristiwa, masalah, penyakit, tindakan kriminal, tokoh, hubungan tokoh dan biografi pengarang, setting, dll.
Bina Nusantara

 Tujuan
  • Tujuan merupakan penegasan dari Statement of problem, yang dibagi dalam beberapa hal sebagai dasar analisis masalah.
- Tujuan adalah hal yang akan dicapai dalam penelitian.
- Tujuan penelitian harus dinyatakan secara jelas dan selaras dengan permasalahan penelitian.
- Tujuan menggambarkan ”harapan” dari penelitian yang harus dicari buktinya.
- Manfaat adalah hal yang terjadi bila tujuan tercapai
Bina Nusantara

 Research Methods
  • Research Methods adalah cara melakukan penelitian tersebut, yang berisi metode untuk menganalisis data atau permasalahan (yang akan dikembangkan di Chapter 3).
  • Research Methods dilakukan dengan cara berikut.
  • 1. Studi Pustaka : mencari literatur di library, internet, pusat informasi untuk diseleksi informasinya guna menyusun teori pendukung dan analisis data/informasi.
  • 2. Studi Lapangan : bisa dengan cara wawancara, praktik kerja, praktik di laboratorium, mengajar, dll.
  • Alatnya adalah kuesioner.
Bina Nusantara

 Bagian II : Landasan Teori
Landasan teori merupakan kerangka teori yang disusun meliputi :
1. Istilah, definisi, dan pengertian tentang sesuatu hal;
2. Teori, konsep
3. Ringkasan dari penelitian terdahulu dengan topik yang sama.
  • Landasan teori dipakai untuk landasan analisis masalah.
  • Yang harus diketahui dengan benar adalah cara pengutipan
dan parafrase untuk menghindari plagiarisme.
Bina Nusantara

 Bagian III : Analisis Masalah
  • Analisis masalah/ topik dibuat berdasarkan landasan teori.
  • Analisis disertai evidence/pembuktian.
  • Pembuktian diambil dari data di dalam kalimat kasus, topik, daerah, kejadian, buku, novel, drama, karya sastra, dll. yang mengandung masalah untuk dibahas.
  • Penulis memberikan komentar/simpulan analisis.
Bina Nusantara

 Bagian IV : Simpulan 
  • Simpulan merupakan jawaban tujuan .
  • Simpulan bisa juga berupa perbandingan tentang harapan studi ( tujuan) dengan simpulan (kenyataan).
3. Bahasa simpulan harus jelas, lugas, dan tidak berbelit-belit.
Bina Nusantara

 Diksi : Kata baku
  • Diksi adalah ketepatan pemilihan kata di dalam ragam tulis resmi.
  • Kata yang disyaratkan adalah baku, lazim, hemat, dan cermat.
  • Bahasa karangan ilmiah adalah bahasa yang hemat kata dan padat isi, terdiri dari
  • Kata baku
Adalah kata yang baik dan resmi serta dianjurkan dipakai pada tulisan resmi ( lihat EYD dan PUPI), misal persen, definisi, praktik, risiko.
Bina Nusantara

 Diksi : Kata Lazim, Hemat, Cermat
2. Kata yang Lazim
Adalah kata yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, seperti kata asing, kecuali yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia, misal media massa, suku cadang, dll.
3. Kata yang Hemat
Maksudnya adalah hemat kata tetapi padat isi.
Contoh : adalah merupakan menjadi adalah atau merupakan.
mempunyai pendirian menjadi berpendirian.
4. Kata yang Cermat
Kecermatan dalam pemakaian kata sangat diperlukan pada karangan ilmiah. Misal, kata sinonim yang artinya sama tetapi pemakaiannya lain.
Contoh: untuk, bagi, agar.
baik….maupun, antara …dan …, terdiri atas, sesuai dengan
Bina Nusantara

 Paragraf Deduktif
Paragraf deduktif didahului oleh kalimat utama yang berisi ide pokok dan diikuti oleh beberapa kalimat penjelas yang berisi ide tambahan.
Kalimat penjelas bisa merupakan contoh dari kalimat utama.
Contoh:
Pada hakikatnya, setiap orang ingin hidup sukses dan bahagia. Orang bersekolah setinggi mungkin, mempunyai cita-cita tinggi, menata kehidupan dengan baik, dan meniti kehidupan spiritual guna mencapai tujuan tersebut. Namun, dalam praktiknya tidak semua orang mampu melakukan atau mendapat kesempatan untuk melakukan usaha baik tersebut karena kesempatan, kemalasan, dan nasib.
Bina Nusantara

 Paragraf Induktif
  • Paragraf induktif diawali oleh beberapa kalimat penjelas dan diakhiri oleh suatu simpulan yang berupa kalimat utama.
  • Contoh :
  • Pada kegiatan perbaikan jalan , wanita Bali ikut berperan aktif dengan membawa batu di atas kepala, memecahkan, dan menebarkan di badan jalan rusak. Sampai di rumah, mereka memasak sambil menyusui bayi. Memelihara ternak juga menjadi tanggung jawab mereka. Gambaran situasi itu menunjukkan bahwa peran wanita Bali di masyarakat dan keluarga sangat dominan, baik di bidang ekonomi, sosial, dan kesejahteraan keluarga.
  •  
    •  
      •  
 Penulisan sebuah karangan menuntut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.persyaratan ini menyangkut isi, bahasa, dan teknik penyajian oleh karena itu sebuah       

PERENCANAAN KARANGAN
karangan perlu direncanakan dan tentunya sesuai dengan penggolongan karangannya, baik menurut bentuk, ragam, jenis, rumpun, ataupun macam karangannya. Adapun penggolongan menurut bentuknya:
1.Cerita (Narasi)
2.Lukisan (Deskripsi)
3.Paparan (Eksposisi)
4.Bincangan (Argumentasi)
Penggolongan menurut jenis,ragam,dan rumpun memiliki keterkaitan yang saling berkaitan.
Dalam ragam sampai macam karangan kemungkinan pilihan semakin luas sehingga penentuan karangan yang akan ditulis harus semakin diarahkan untuk sampai pada pemilihan terakhir.
Kegiatan penulisan karangan dapat sebagai suatu kegiatan tunggal dan sebagai kesatuan proses.Dikatakan sebagai suatu kegiatan tunggal jika yang ditulis merupakan sebuah karangan yang sederhana,pendek,dan bahannya sudah dikuasai penuh.Sedangkan kegiatan yang merupakan proses, apabila kegiatan itu dilaksanakan dalam beberapa tahap yakni:
1.Tahap Prapenulisan
Dalam tahap prapenulisan direncanakan hal-halpokok yang akan mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan karangan.
2.Tahap Penulisan
Dalam tahap penulisan atau pengembangan,merupakan pelaksanaan tentang hal-hal yang direncanakan,yaitu pengembangan gagasan dalam kalimat-kalimat,satuan paragraf,bagian atau bab.
3.Tahap Revisi
Dalam tahap revisi yang dilakukan adalah membaca dan menilai kembali mengenai keseluruhan yang telah ditulis,memperbaiki,mengubah,bahkan diperluas kembali isi karangannya.
Namun dalam prakteknya ketiga tahap penulisan tersebut tidak dapat dipisahkan secara jelas karena sering bertumpang tindih.Pada saat membuat perencanaan,mungkin kita sudah mulai menulis dan pada waktu kita menulis mungkin kita sudah melakukan revisi disana sini. Tumpang tindah ini terutama terjadi jika yang ditulis karangan pendek berdasarkan sesuatu yang diketahui.Sedangkan dalam karangan yang panjang,seperti makalah,skripsi tahap-tahap penulisan itu terpisah secara jelas.
Dalam merencanakan sebuah karangan supaya menghasilkan suatu karangan yang baik dan sistematis,terdapat langkah-langkahnya yakni menentukan:
1.Topik dan Judul
Topik sering dikacaukan pemekaiannya dengan istilah tema,menurut asal katanya,tema merupakan bahasa Yunani “Tithenai” yang berarti menempatkan.Dari proses penulisan karangan,teme dan topik memiliki rumusan yang berlainan walaupun nantinya apa yang dirumuskan keduanya memiliki hakikat yang sama.Apabila topik bermakna pokok karangan (pokok pembicaraan atau permasalahan) maka tema diartikan sebagai landasan penyusunan karangan.Berdasarkan,pengertian tersebut,jelas bahwa topik memiliki ciri khas yang terletak pada permasalahanya yang bersifat umum dan belum terurai atau lebih singkat dan lebih abstrak daripada tema.Topik dirumuskan lebih dulu dari tema.Adapun sumber-sumber topik bisa melalui ;
a.Sumber pengalaman yaitu apa-apa yang pernah dialami seseorang
b.Sumbre pengamatan
c.Sumber imajinasi
d.Sumber pendapat atau hasil penalaran.
Untuk merumuskan topik yang baik dipergunakan ukuran serta dipertimbangkan beberapa hal yaitu:
1.Topik hendaknya menarik untuk dibahas.
Topik yang menarik bukan bagi penulisnya saja tetapi diperkirakan juga menarik untuk pembaca.Topik yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha untuk secara serius mencari data yang penting dan relevan dengan masalah yang sedang dikarang,serta akan menimbulkan kegairahan dalam mengembangkannya dan akan mengundang minat pembaca.
2.Dikuasai penulis.
Penulis hendak memiliki pengetahuan mengenai pokok-pokok permasalahan.Topik merupakan sesuatu yang lebih diketahui penulis daripada pembacanya
3.Menarik dan aktual.
Minat pembaca merupakan hal penting yang harus diperhatikan penulis walaupun yang menarik minat itu amat tergantung pada situasi dan latar belakang pembaca itu sendiri,namun hal-hal berikut merupakan sesuatu yang diminati masyarakat secara umum:yang aktual, penting, penuh konflik,rahasia,humor,atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi pembaca.
4.Topik tidak terlalu luas atau membatasi topik.
Apabila topik itu terlalu luas, pembahasannya akan dangkal,sebaliknya topik yang terlalu sempit dalam sebuah karangan ilmiah,pembahasannya terlalu khusus tidak banyak berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Pembatasan ruang lingkup memungkin penulis untuk mengarang dengan penuh keyakinan dan penuh percaya diri.Pembatasan topik dapat memberikan kesempatan bagi penulis untuk meneliti dan menelaah masalah yang akan ditulisnya secara intensif.Contoh untuk mempersempit atau membatasi topik untuk lebih speifik dari topik sebelumnya:
a.Menurut tempat:negara tertentu lebih khusus daripada dunia.”Bandung Daerah Wisata” dapat dipersempit “Tangkuban Perahu dDaerah Wisata”.
b.Menurut waktu atau periode / zaman : “Kebudayaan Indonesia” dapat dikhususkan menjadi “Perdagangan Pada Zaman Majapahit”.
c.Menurut sebab akibat : “Krisis Moneter” dapat dikhususkan menjadi “ Banyaknya Perusahaan Yang Gulung Tikar”.
d.Menurut pembagian bidang kehidupan manusia : Poleksosbud,agama,kesenian,…dan sebagainya.Karangan tentang “ Usaha Pemerintah Dalam Ekonomi “ dapat diperkhususkan lagi menjadi “ Kebijakan Inflasi Dalam Bidang Ekonomi Pada Masa Krisis Moneter “.
e.Menurut aspek khusus umum / indivial kolektif : “ Dampak Globalisasi Bagi Masyarakat Di Jakarta “.
f.Menurut objek material dan objek formal.
Objek material adalah bahan yang dibicarakan .Objek formal adalah sudut dari mana bahan itu kita tinjau,misalnya” Kesusastraan Indonesia ( objek material ) “ Ditinjau dari Sudut Gaya Bahasanya “ ( Bahan formal ). “ Kepemimpinan Ditinjau dari Sudut Pembentukan Kader-kader Baru,”Keluarga Berencana Ditinjau dari Segi Agama “.
Judul karangan pada dasarnya adalah perincian atau jabaran dari topik atau judul merupakan nama yang diberikan untuk bahasan atau karangan,judul berfungsi sebagai slogan promosi untuk menarik minat pembaca dan sebagai gambaran isi karangan.Judul lebih spesifik dan sering menyiratkan permasalahan atau variabel yang akan dibahas.
Judul yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.Relevan,ada hubungan dengan isi karangan (topik)
b. Provokatif,dapat menimbulkan hasrat ingin tahu pembaca
c.Singkat,mudah dipahami dan enteng diingat
d.Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase.
Secara umum terdapat model perumusan judul karangan:
1.Model judul untuk karangan populer seperti artikel untuk koran dan majalah,cenderung menggunakan judul-judul yang singkat dan sangat provokatif
2.Model judul untuk karangan ilmiah
2.Tema
Tema berarti pokok pemikiran,ide atau gagasan serta yang akan disampaikan oleh penulis dalam karangannya disebut tema karangan.Tema dapat diartikan sebagai pengungkapan maksud dan tujuan,tujuan yang dirumuskan secara singkat dan wujudnya berupa satu kalimat disebut tesis.Walaupun tema sebenarnya berada didalam pikiran penulis, sebaiknya tema tetap dirumuskan secara eksplisit dalam bentuk kalimat yang panjang lebar, terutama bagi penulis pemula. Perhatikan contoh dibawah ini.
Topik : Belajar mengemukakan pendapat secara efektif.
Tujuan :Menjelaskan dan memahami bagaimana cara mengeluarkan pendapat secara lisan,tertulis, logis, dan sistematis dalam bahasa yang baik secara efektif dan efisien.
Perumusan tema hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
a.Kejelasan,tema hendaknya dirumuskan dengan kalimat yang jelas,tidak berbelit-belit.
b.Kesatuan tema yang baik adalah tema yang memiliki satu gagasan sentral.Sentralisasi gagasan ditandai oleh jumlah masalah pokok yang hendak digarap penulis.
c.Keaslian (originalitas), hal ini penting untuk menciptakan kesegaran dan daya tarik karangan.
3.Pembuatan Outline
Kerangka karangan adalah rencana kerja yang mengandung ketentuan- ketentuan tentang pembagian dan penyusunan gagasan yang memuat garis-garis besar suatu karangan. Fungsi utma kerangka karangan adalah mengatur hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Adapun manfaat kerangka karangan adalah:
  1. Memudahkan penyusunan kerangka secara teratur sehingga karangan menjadi lebih sistematis dan mencegah penulis r dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topic atau judul
  2. Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dan yang tidak penting.
  3. Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan.
  4. Memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan secara memberaikan kemungkinan bagi perluasan bagian-bagian tersebut sehingga membantu penulis menciptakan suasana yang berbeda-beda dengan fariasi yang diinginkan.
  5. Membantu mengumpulkan data dan sumber-sumber yang diperlukan.
Kerangka karangan dapat mengalami perubahan terus menerus untuk mencapai suatu bentuk yang lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana tetapi dapat juga mendetail. Kerangka yang belum final disebut outline sementara, sedangkan kerangka yang sudah tersusun rapih dan lengkap disebut outline final.
Dalam proses penyusunan kerangka karangan ada tahap yang harus dijalani, yaitu memlih topik, mengumpulkan informasi, mengatur gagasan dan menulis kerangka itu sendiri. Adapun langkah-langkah penyusunan kerangka karangan adalah sebagai berikut:
  1. Mencatat semua ide
Langkah ini dilakukan setelah penentuan topic atau tema dan tujuan karangan. Dalam langkah ini semua ide yang muncul nerkenaan dengan topic karangan yang diinfentarisasikan tanpa kecuali.
  1. Menyeleksi ide-ide
Dasar-dasar penyeleksian adalah:
  1. Relefan-tidaknya ide dengan topic atau tujuan karanagan
  2. Penting-tidaknya ide tersebut untuk dibahas.
  3. Dikuasai-tidaknya ide tersebut oleh penulis.
  4. Ada tidaknya data atau penunjang untuk membahasnya.
  1. Mengurutkan dan mengelompokkan ide-ide secara tepat.
Langkah penyeleksian bertn untuk menyelesikan ide-ide dengan topik karangan. Namun demikian langkah langkah itu belum menjamin kelogisan hubungan antara ide-idenya.Untuk itulah diperlukan langkah pengurutan dan pengelompokan.Ide-ide yang berdekatan,disatukan dalam satu topic atau pada rumusan ide yang lebih luas.
Dengan berpedoman pada kerangka karangan,seorang penulis dapa menyusun karangan secara teratur dan mempersiapkan bahanyang dipersiapkan,karena pada prinsipnya menyusun kerangka berarti memecahkan topic ke dalam subtopic dan mungkin selsnjutnya kedalam sub-sub topic.
Cara penyususan ide-ide dapat dilakukan dalam berbagai pola pengembangan,dalam berbagai bentuk karangan :
1.Narasi
Pola pengembangannya dapt disusun dari mulai :
a. urutan kejadian
b. penjelas tentang proses
c. sorot balik
d. titik pandang
d. akibat dramatis
2. Deskripsi
Pola pengembangan bisa dimulai dari :
a. spasial
b. objekip
c. subjektip
d. observasi
e. fokus
f. seleksi
3. Eksposisi
a. proses
b. kausalitas
c. klimaks
4.Pengumpulan Data
Pada waktu memilih dan membasi topik kita hendaklah sudah memperkirakan kemungnan memdapatkan bahan. Dengan membatasi topik, penulisan sebetulnya sudah memusatkan perhatian pada topik yang terbatas,serta mengumpulkan bahan yang khusus pula.Dengan dahan–bahan yang khusus ini kita berusaha membahas topic sacara terinci dan memdalam.
Sumber Bahan Penulisan
Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi yang digunakan untuk mencapai tuluan penulisan .Informasi itu,mungkin merupakan teori ,contoh-contoh ,rincian atau detil,perbandingan, sejarah kasus, fakta, hubungan sebab akibat ,pengujian dan pembuktian, angka-angka ,kutipan, gagasan dan sebagainya.
Sumber-sumber penulisan :
a.Bahan dari bacaan
Kita dapat mencari bahan penulisan dengan membaca buku-buku ,malah,dan bahan-bahan bacaan lainnya terutama di perpustakaan.
Bahan bacaan di perpustakaan di bedakan menjadi tiga:
1.Bahan bacaan yang memberikan gambaran umum tentang topic yang dipilih
2.Bahan bacaan yang harus dibaca kritik dan mendalam
3.Bahan bacaan tambahan sabagai pelengkap bahan-bahan yang sudah data.
b.Pengamatan
Agar dapat melakukan pengamatan secara cermat,kita perlu berlatih mengamati sebuah objek dari jarak yang lebihdekat.Dalam hal ini tentunya diperlukan konsenyrasi dan minat yang memadai .Jika kita tidak memeliki perhatian dan minat yang memadai maka kita akan memperoleh bahan berupa kesan umum yang kerap sekali kurang jelas.
c. Wawancara dan angket
Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan bahan dengan menanyakan langsung kepada informan atau orang yang berwenang. Angket ialah daftar pertanyaan yang disampaikan sasaran untuik diisi melalui angket ini kita dapat memperoleh keterangan dari responden dalam wilayah yang lebih luas
d. .Kewenangan
Pendapat yang dikemukakan oleh orang yang berwenang, juga dapat dijadikan bahan penulisan. Hanya dalam hal ini kita harus berhati hati dalam memilihnya. Sikap kritis kita dituntut karena pendapat yang dikemukakan sering bersifat subjektif.
5. Penulisan Draft
Penulisan draft merupakan pengklasifikasian data yang telah terkumpul yang kemudian disusun menjadi sebuah wacana yang terdapat dalam karangan.
6. Penyuntingan wacana
Dalam penulisan karangan hendaknya melakukan pengeditan ulang terhadap bahan yang akan disajikan karena bahan tersebut harus sesuai dengan bahasa diksi,alinea dan kalimat. Contohnya: Penulisan kutipan yang benar, penulisan kata serapan yang sesuai EYD.

syarat syarat paragraf dan pengembangan paragraf

syarat syarat paragraf dan pengembangan paragraf

oleh Rika Rovikoh pada 16 September 2010 jam 17:22
Paragraf merupakan bagian karangan yang terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran. Tiga syarat  agar menciptakan paragraph yang padu adalah kepaduan, kesatuan, kelengkapan.
Di dalam suatu paragraph terdapat unsure-unsur yang berupa kalimat topik atau kalimat utama, kalimat pengembang atau kalimat penjelas, kalimat penegas, kalimat klausa, prosa, dan penghubung.
Paragraph juga memiliki fungsi sebagai penanda bukaan atau awal ide/gagasan baru, mengembangkan lebih lanjut tentang ide sebelumnya, juga penegas terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu
persyaratan paragraf yang baik yaitu kepaduan paragraf, kesatuan paragraf, kelengkapan paragraf
Langkah yang harus di tempuh dalam kepaduan paragraph adalah kemampuan merangkai kalimat sehingga bertalian secara logis dan padu.Ada 2 jenis kata penghubung,yaitu kata penghubung intra kalimat yang berarti kata yang menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat.contoh. karena, sehingga, tetapi, sedangkan, dll.selain itu juga ada kata penghubung antar kalimat yang berarti kata yang menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Contoh. Oleh karena itu, jadi, kemudian, namun,bahkan, dll.
Yang dimaksud kesatuan adalah tiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran yang diwujudkan dalam kalimat utama. Paragraf dibedakan menjadi dua yaitu Paragraf dekduktif adalah  kalimat utama yang diletakkan di awak paragraf. Sedangkan Paragraf induktif adalah kalimat utama yang diletakkan di akhir paragraf.
Ciri dalam membuat kalimat utama
  • kalimat yang dibuat harus mengandung permasalahan yang berpotensi untuk diperinci lebih lanjut. Contoh. David Beckham adalah pemain sepak bola yang sukses.
  • kalimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri sendiri tanpa memerlukan kata penghubung, baik kata penghubung intra kalimat maupun antar kalimat.
Paragraf dikatakan lengkap apabila di dalamnya ada kalimat penjelas. Ciri kalimat penjelas berisi penjelasan berupa rincian, keterangan. Contoh. Dan lain- lain, selain itu.
SYARAT SYARAT PARAGRAF
1.Kepanduan Paragraf
Persyaratan paragraf yang baik yaitu adanya kepanduan,kestuan,dankelengkapan.Terdapat dua kalimat penghubung yaitu penghubung intra kalimat.kata penghubung intra kalimat adlah kata yang menghubkan anak kaimat dengan induk kalimat,sedangkan kata penghubng antar kalimat adalah kata yang menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lainnya.Contoh kata penghubung antar kalimat yakni oleh antar kalimat yakni oleh karena itu,jadi,kemudian,namun,selanjutnya,bahkan,dan lain lain.
Kesesatan paragraf tersebut adlah karena belum terangkainya kalimat demi kalimat denga baik.Perhatikan perbandingan paragraf di atas dengan paragraf yang sudah di rangkai dengan kata penghubung.
Syarat paragraf yang baik adlah adanya kesatua.Kesatuan berarti setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran.pokok pikiran diwujudkan dalam kalimat utam.Kalimat utama diletakan di awal paragraf (deduktif) atau diakhir paragraf  (induktif).
2.Kesatuan paragraf
Persyaratan penulisan paragraf yang baik adalah prinsip kesatuan.Yang dimaksud kesatuan adalah tiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran yang diwujudkan dalam kalimat utama.Kalimat utama diletakkan di awal paragraf dinamakan paragraf deduktif,sedangkan kalimat utama yang diletakan di akhir paragraf disebut paragraf induktif.
Ciri-ciri dalam membuat kalimat utama,yakni kalimat yang dibuang harus mengandung pemasalahan yang berpotensi untuk diperinci atau diuraikan lebih lanjut.
Cirri-ciri yang lain yaitu kalimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri sendiri tanpa memerlukan kata penghubung,baik kata penghubung antar kalimat maupun kata penghubung intra kalimat.
3.Kelengkapan Paragraf
Sebuah paragraf dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran atau kalimat utama.Ciri-ciri kalimat penjelas yaitu berisi penjelasan berupa perincian ,keterangan,contoh,dan lai-lain.
Kelengkapan paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan paragraf.paragraf dapat dikembangkan dengan cara,pertentangan,perbandingan,analogi,contoh,sebab akibat,definisi dan klasifikasi.
PENGEMBANGAN PARAGRAF
Mengembangkan paragraph ditempuh dengan cara pertentangan, cara perbandingan, cara analogi, cara contoh-contoh, cara sebab akibat, cara definisi, cara klasifikasi
  1. cara pertentangan
Pengembangan Paragraf dengan cara pertentangan biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan seperti. Berbeda dengan, bertetangan dengan, sedangkan, lain halnya dengan, akan tetapi, dll.
Contoh. Budi sangat senang bermain sepak bola, sedangkan Rio tidak suka bermain sepak bola
  1. cara perbandingan
Pengembangan dengan cara perbandingan biasanya menggunakan ungkapan seperti.serupa dengan, seperti halnya, demikian juga, sama dengan, sejalan dengan, akan  tetapi, sedangkan, sementara itu.
Contoh. Pikiran anak itu sejalan dengan pikiran saya
  1. cara analogi
Adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang di jelaskan dengan objek lain yang  memiliki kesamaan atau kemiripan.  Biasanya dilakukan dalam bentuk kiasan seperti. Ibaratnya, seperti, bagaikan.
Contoh. Anak itu selalu bertengkar, ibarat anjing dan kucing
  1. cara contoh-contoh
Kata yang digunakan seperti. Misalnya, seperti, contohnya,dll.
Contoh. Herbivora adalah hewan pemakan tumbuh-tumbuhan, misalnya kuda, sapi dll.
  1. cara sebab akibat
Ungkapan yang digunakan yaitu. Padahal, akibatnya, oleh karena itu, karena.
Contoh. Karena banyak terjadi penebangan hutan secara liar, akibatnya sering terjadi tanah longsor, oleh karena itu kita wajib menjaga dan melestarikan alam ini
  1. cara definisi
Kata yang digunakan seperti. Adalah, yaitu, ialah merupakan.
Contoh. Pembentuk utama fisika adalah besaran-besaran fisis yang dipakai untuk menyatakan hukum-hukum fisika.
  1. cara klasifikasi
Kata yang biasa digunakan yaitu. Dibagi menjadi, digolongkan menjadi, terbagi      menjadi, mengklasifikasikan.
Contoh. Berdasarkan cara pembakarannya, mesin digolongkan menjadi mesin              pembakaran dalam dam mesin pembakaran luar

Dalam

jenis wacana alat alat wacana

jenis wacana alat alat wacana

oleh Rika Rovikoh pada 16 September 2010 jam 17:14
Jenis-jenis Wacana dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Setiap tulisan atau bacaan selalu memiliki karakteristik tersendiri.Entah itu bacaan sastra, ilmiah, atau ilmiah pop. Karakteristik tersebut dilihat dari cara dan tujuan penulis mengekspresikan idenya. Karakteristik tadi terdiri atas deskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi, dan persuasi. 1) Deskripsi = lukisan, dalam wacana ini pengarang mengekspresikan idenya dengan cara melukiskan sesuatu sehingga pembaca merasa melihat, mendengar, mencicipi, merasakan, atau mencium sesuatu yang pengarang sampaikan. Dalam wacana ini unsur pancaindria yang dilibatkan. Contoh wacana deskripsi banyak terdapat dalam karangan fiksi seperti cerpen, atau novel walaupun keberadaannya tidak dominan. Misalnya : Kami duduk di bangku yang berada di bawah pohon beringin rimbun menghijau yang akar-akarnya sudah menjuntai ke tanah menandakan usianya sudah tua. Nyaman sekali kami duduk-duduk di sana ketika matahari terik bulan Mei menerpa. Semilir angin yang membawa keharuman humus membelai-belai rambut dan kulit kami sehinggaenyahlah kepenatan kami. 2) Narasi= cerita, dalam wacana ini pengarang mengekspresikan idenya dengan cara menceritakan sesuatu kejadiaan yang dialami tokoh. Dalam wacana ini unsur tokoh atau pelaku peristiwa, kejadian-kejadian atau peristiwa, tempat kejadian, waktu kejadian menjadi ciri yang terpenting. Contoh wacana narasi banyak dijumpai dalam karya fiksi dan nonfiksi. Dalam karya fiksi seperti cerpen dan novel. dalam karya nonfiksi seperti sejarah, berita, biografi, dan autobiografi. Misalnya : Saya datang terlambat ke sekolah hari ini karena bangun kesiangan. Tiba di sekolah pukul 7.45, sehingga saya ditegur oleh guru piket. Dan ketika masuk ke ruang Bahasa Inggris saya dilarang masuk karena waktu toleransi untuk yang kesiangan sudah habis. Berdasarkan contoh di atas kita melihat ada pelaku peristiwa yaitu saya, dan kejadian-kejadiannya adalah datang terlambat ke sekolah, bangun kesiangan, ditegur guru piket, tidak boleh masuk ke ruang Bahasa Inggris, ada tempat kejadian, yaitu rumah, dan sekolah, ada waktu yaitu hari ini, pukul 7.45. 3) Argumentasi = pendapat, yaitu jenis karangan yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan atau pendapat penulis. Pendapat penulis ini pada umumnya berasal dari hasil pengamatan, kajian, wawancara, penelitian penulis sendiri ataupun orang lain. Agar pendapat tersebut diterima oleh pembaca, penulis menyertakan alasan dan bukti yang dapat berupa data, fakta, atau hasil analisisnya dengan cara melampirkannya dalam tulisan tersebut. Contoh wacana ini banyak dijumpai pada karya ilmiah, seperti artikel, makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Misalnya : Maraknya aliran sesat hendaknya membuat kita waspada untuk membentengi diri dengan pemahaman akidah tauhid yang benar. Inti tauhid tidak terlepas dari dua dimensi keimanan: meyakini tiada tuhan selain Allah Swt dan mengikrarkan diri bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Keyakinan terhadap keesaan Allah bukan sekadar mengakui Allah sebagai pencipta langit, bumi, dan seisinya. Tergambar dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, 'Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?' Tentu mereka akan menjawab, 'Allah.' Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)," (QS Al-Ankabut,29: 61).


Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
1. Alat Wacana                                                                                         
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik – spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik. Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan hubungan sebab – akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.

2. Jenis Wacana Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.

struktur kalimat dan kalimat efektif

struktur kalimat dan kalimat efektif

oleh Rika Rovikoh pada 16 September 2010 jam 17:30
Kalimat adalah:Satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh . Dalam suatu kalimat terdiri dari beberapa unsur antara lain subyek,predikat, obyek ,pelengkap dan keterangan.
Kalimat dikatakan sempurna jika minimal memliki unsur Subyek dan Predikat.
1. Ciri-Ciri Subjek
  • Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa kepada Predikat. Contoh : 1. Juanda memelihara binatang langka Siapa memelihara? Jawab : Juanda. (maka juanda adalah S sedangkan memelihara adalah ) Siapa atau apa Binatang langka ? = tidak ada jawaban 2. Meja itu dibeli oleh paman. Apa dibeli ? = jawab Meja
¨ Biasanya disertai kata itu,ini,dan yang (yang ,ini,dan itu juga sebagai pembatas antara subyek dan predikat)
Contoh : Anak itu mengambil bukuku
S P
2 Ciri-Ciri Predikat
¨ Menimbulkan Pertanyaan apa atau siapa.
Dalam hal ini jika predikat maka dengan pertanyaan tersebut akan ada jawabannya. Perhatikan pada Subyek diatas. Subyek dan predikat ditentukan secara bersama-sama.
¨ Kata Adalah atau Ialah Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Kalimat dengan Predikat demikian itu terutama digunakan pada kalimat majemuk bertingkat anak kalimat pengganti predikat.
¨ Dapat Disertai Kata-kata Aspek atau Modalitas Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai kata-kata aspek seperti telah, sudah, sedang, belum, dan akan. Kata-kata itu terletak di depan verba atau adjektiva. Kalimat yang subjeknya berupa nomina bernyawa dapat juga disertai modalitas, kata-kata yang menyatakan sikap pembicara (subjek), seperti ingin, hendak, dan mau.
3 Ciri-Ciri Objek
Predikat yang berupa verba intransitif (kebanyakan berawalan ber- atau ter-) tidak memerlukan objek, verba transitif yang memerlukan objek kebanyakan berawalan me-. Ciri-ciri objek ini sebagai berikut.
¨ Langsung di Belakang Predikat Objek hanya memiliki tempat di belakang predikat, tidak pernah mendahului predikat.
¨ Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif
Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.
¨ Didahului kata Bahwa Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat transitif.
4 Ciri-Ciri Pelengkap
Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap.
¨ Di Belakang Predikat Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.
a) Diah mengirimi saya buku baru. b) Mereka membelikan ayahnya sepeda baru. Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
· Hasil jawaban dari predikat dengan pertanyaan apa. Contoh : a. Pemuda itu bersenjatakan parang. Kata parang adalah pelengkap. Bersenjatakan apa ? jawab parang ( maka parang sebagai pelengkap )
b. Budi membaca buku. Membaca apa ? jawab buku (buku sebagai obyek karena dapat menempati Subyek)
5 Ciri-Ciri Keterangan
Ciri keterangan adalah dapat dipindah –pindah posisinya . perhatikan contoh berikut:
<span>Cintya</span> sudah <span>membuat</span> <span>tiga kue</span> <span>dengan bahan itu</span>.
S P O K
Dengan bahan itu Cintya sudah membuat tiga kue . Cintya dengan bahan itu sudah membuat tiga kue.
Dari jabatan SPOK menjadi KSPO dan SKPO .Jika tidak dapat di pindah maka bukan keterangan.
KALIMAT, PARAGRAF, DAN WACANA
Kalimat
Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tiap kata dalam kalimat mempunyai tiga klasifikasi, yaitu:
1. Kategori Sintaksis
Dalam ilmu bahasa, kata dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilaku yang sama, atau mirip, dimasukkan ke dalam suatu kelompok, sedangkan kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya. Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata.
Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, dan (4) adverbial atau kata keterangan.
2. Fungsi Sintaksis
Tipa kata atau frase dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frase lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frase dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Disamping itu, ada fungsi lain seperti atributif( menerangkan), kordinatif( yang menggabungkan secara setara), subordinatif( yang menggabungkan secara bertingkat). Predikat dalam bahasa Indonesia dapat berwujud frase verbal, adjectival, nominal, numeral, dan preposisional. Disamping predikat kalimat mempunyai pula subjek. Dalam bahasa Indonesia subjek biasanya terletak di muka predikat. Ada juga kalimat yang mempunyai objek. Pada umumnya objek yang berupa frasa nominal berada di belakang, predikat yang berupa frasa verbal transitif aktif; objek itu berfungsi sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat pasif.Selain itu, ada juga pelengkap yang mirip dengan objek. Pelengkap umumnya berupa frasa nominal, dan frasa nominal itu juga berada di belakang predikat verbal. Perbedaannya adalah pelengkap tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif.
3. Peran Semantis
Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantic tertentu. Perhatikan contoh-contoh berikut: 1) Farida menunggui adiknya 2) Pencuri itu lari. 3) Penjahat itu mati.
Dari segi peran semantis, Farida pada (1) adalah pelaku yakni orang yang melakukan perbuatan menunggui. Adiknya pada kalimat inin adalah sasaran, yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Pencuri pada (2) adalah juga pelaku-dia melakukan perbuatan lari. Akan tetapi penjahat pada (3) bukanlah pelaku karena mati bukanlah perbuatan yang dia lakukan, melainkan suatu peristiwa yang terjadi padanya. Oleh karena itu, meskipun wujud sintaksisnya mirip dengan (2), penjahat itu pada (3) adalah sasaran.
4. Macam-Ragam Kalimat
Istilah klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek atau predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu. Istilah kalimat juaga mengandung unsur paling tidak subjek dan predikat, tetapi telah dibubuhi intonasi atau tanda baca.
Jika ditinjau dari jumlah klausanya, kalimat dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk.Kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dan karena itu predikatnya pun satu, atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan suatu kesatuan. Karena sifat itu, maka kalimat majemuk selalu berwujud dua klausa atau lebih. Jika hubungan antara klausa satu dengan yang lain dalam satu kalimat menyatakan hubungan koordinatif, maka kalimat macam itu dinamakan kalimat majemuk setara. Jika hubungan subordinatif, yakni yang satu nerupakan induk, sedangkan yang lain merupakan keterangan tambahan, maka kalimat macam itu dinamakan kalimat majemuk bertingkat.
Dari segi kelengkapan unsurnya, kalimat dapat berupa kalimat lengkap dan kalimat taklengkap. Kalimat lengkap adalah kalimat yang unsur-unsur minimal seperti subjek dan predikat semuanya ada. Kalimat taklengkap adalah kalimta yang beberapa unsure intinya tidak dinyatakan.Dari segi urutan subjek-predikatnya, kalimat dapat berupa kalimat biasa atau kalimat inversi. Paragraf
a. Pengertian Paragraf
Paragraf adalah bagian karagan yang terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran. Dalam paragraf terdapat tiga persyaratan agar paragraf menjadi padu, yaitu kepaduan, kesatuan, dan kelengkapan. Apabila sebuah paragraf deskriptif atau naratif,secara lahiriah unsur paragraf itu berupa: 1) kalimat topik atau kalimat utama. 2) kalimat pengembang atau kalimat penjelas. 3) kalimat penegas 4) kalimat, klausa, prosa,dan penghubung
Dalam sebuah karangan yang utuh,fungsi utama paragraph yaitu:
1) Untuk menandai pembukaan atau awal ide/gagasan baru, 2) Sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya atau, 3) Sebagai penegasan terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu. Pengertian KALIMAT, PARAGRAF, DAN WACANA b. Syarat Paragraf Yang Baik
a) Kepaduan Paragraf Untuk mencapai kepaduan,langkah-langkah yang harus anda tempuh adalah kemampuan merangkai kalimat sehingga bertalian secara logis dan padu. Bagaimana agar kalimat-kalimat bartahan secara logis dan padu?Gunakanlah kata penghubung.
Tardapat dua jenis kata penghubung,yaitu :
• Kata Penghubung Intrakalimat
Kata penghubung intrakalimat adalah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat.Contoh: karena, sehingga, tetapi, sedangkan, apabila, jika, maka, dan lain-lain. • Kata Penghubung Antarkalimat
Kata penghubung antarkalimat adalah kata yang menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lainnya.Contoh: oleh karena itu, jadi, kemudian, namun, selanjutnya, bahkan, dan lain-lain.
b) Kesatuan Paragraf
Yang dimaksud kesatuan adalah tiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran yang diwujudkan dalam kalimat utama. Kalimat utama yang diletakan di awal paragraf dinamakan paragraf deduktif,sdangkan kalimat utama yang diletakkan di akhir paragraf disebut paragraf induktif.
c) Kelengkapan Paragraf
Sebuah paragraf dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran atau kalimat. Ciri-ciri kalimat penjelas yaitu berisi penjelasan berupa rincian,keterangan,contoh,dan lain-lain. Selain itu,kalimat penjelas berarti apabila dihubungkan dengan kalimat-kalimat di dalam paragraf. Kemudian paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan paragraf. Paragraf dapat dikembangkan dengan cara, pertentangan, perbandingan, analogi, contoh, sebab akibat,definisi,dan klasifikasi. Wacana
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
1. Alat Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik – spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik. Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan hubungan sebab – akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
2. Jenis Wacana Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.


Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis serta dapat diterima maksudnya/arti serta tujuannya seperti yang di maksud penulis /pembicara. Ciri-ciri kalimat efektif: (memiliki) 1. KESATUAN GAGASAN Memiliki subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesaruan tunggal.
Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan)
2. KESEJAJARAN Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-. Kalimat itu harus diubah : 1. Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan 2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
3. KEHEMATAN Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat. Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga. Kalimat yang benar adalah: Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
4. PENEKANAN Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan. Caranya: • Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat. Contoh : 1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain 2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. • Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah. Contoh : 1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu. 2. Kami pun turut dalam kegiatan itu. 3. Bisakah dia menyelesaikannya? • Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting. Contoh : Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
• Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan. Contoh : 1. Anak itu tidak malas, tetapi rajin. 2. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5. KELOGISAN Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal. Contoh : Waktu dan tempat saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ; Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium. PELATIHAN Ubahlah kalimat-kalimat di bawah ini menjadi kalimat efektif! 1. Seluruh siswa-siswa diharapkan harus mengikuti kerja bakti. 2. Para siswa-siswa diharuskan hadir di sekolah. 3. Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan. 4. Kegagalan proyek itu karena perancangan yang tidak mantap 5. Yaitu tenun ikat yang khas Timor Timur.

KALIMAT EFEKTIF


Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar.
            Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu dipandang efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke pasar Rebo?”  Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar, Bang, bila saya menumpang becak Abang ke pasar Rebo?”
            Yang perlu diperhatikan oleh para siswa dalam membuat karya tulis, baik berupa essay, artikel, ataupun analisis yang bersifat ilmiah adalah penggunaan bahasa secara tepat, yaitu memakai bahasa baku. Hendaknya disadari bahwa susunan kata yang tidak teratur dan berbelit-belit, penggunaan kata yang tidak tepat makna, dan kesalahan ejaan dapat membuat kalimat tidak efektif.
            Berikut ini akan disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif.

1.  Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :
-          Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)

-          Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.

-          Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)

-          Pada era zaman  modern ini teknologi berkembang sangat pesat.
(Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)

-          Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji.
(Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.)



2.  Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :
-          Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah.
(Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.)

-          Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.
(Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.)

3.  Penggunaan imbuhan yang kacau :
-          Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan.
(Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan. / Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)

-          Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.

-          Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk.
(Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk)

-          Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi.
(Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi. / Pelajaran BI mengajarkan juga apresiasi puisi.)

4.  Kalimat tak selesai :
-          Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi.
(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.)

-          Rumah yang besar yang terbakar itu.
(Rumah yang besar itu terbakar.)


5.  Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :
-          Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.  
(Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.)

Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok, menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk, menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.                                

-          Pertemuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang.
(Pertemuan itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)

-          Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional.
(Gereja itu dikelola oleh para rohaniwan secara professional.)

      -     tau             à  tahu                              -   negri         à  negeri
      -     kepilih       à  terpilih                          -   faham       à  paham
      -     ketinggal   à  tertinggal                       -   himbau     à  imbau
      -     gimana      à  bagaimana                    -   silahkan    à  silakan
      -     jaman        à  zaman                          -   antri                      à  antre
      -     trampil       à  terampil                       -   disyahkan à  disahkan

6.  Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ :
-          Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.
(Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)

-          Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.
(Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.)

-          Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.
(Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.)



7.   Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat :
-          Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin.
(Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)

-          Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya.
(Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar dari pengawasannya.)

-          Tendangan daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.
(Tendangan Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.)

8.   Pilihan kata yang tidak tepat :
-          Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang dengan masyarakat.
(Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)

-          Bukunya ada di saya.
(Bukunya ada pada saya.)

9.      Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :
-          Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.

Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah dilakukan?

(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.

-          Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri

Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?

            (Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri)
10.    Pengulangan kata yang tidak perlu :
-          Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.
(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)

-          Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.
(Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.)

11.    Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah :
-          Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.
(Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)

-          Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?
(Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?)

kesalahan pembentukan dan pemilihan kata

kesalahan pembentukan dan pemilihan kata

oleh Rika Rovikoh pada 16 September 2010 jam 16:59
KESALAHAN PEMBENTUKAN DAN PEMILIHAN KATA
KESALAHAN PEMBENTUKAN DAN PEMILIHAN KATA Pada bagian berikut akan diperhatikan kesalahan kasalahan penbentukan kata, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. a.Penganggalan Awalan Me- Penganggalan pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini diperhatikan bentuk yang salah dan bentuk yang benar. Contoh: 1.a) Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Colombia (salah) 1. b) Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Colombia (benar) b.Penagnggalan Awalan Ber- Kata-kata yang berawalan Ber- sering mengandalkan awalan Ber. Padahal awalan Ber harus dieksplisitkan secara jelas. Berikut ini contoh salah dan benar dalam pemakaian. Contoh: 1. a) Sampai jumpa lagi (salah) 1. b) Sampai berjumpa lagi (benar)
c.Peluluhan Bunyi /c/ Kata dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat awalan me. Padahal tidak seperti itu. Contoh: 1. a) Ali sedang menyuci mobil (salah) 1. b) ali sedang mencuci mobil (benar) d.Penyengauan Kata Dasar Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya pencampuran antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian. Contoh: Nyopet, mandang, nulis, dan nambrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata mencopet,memandang, menulis, dan menembrak.
e.Bunyi /s/, /k/, p/, dan /t/ yang Tidak Luluh Kata dasar yang bunyi awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat awalan me atau pe. Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Contoh: 1. a) Semua warga neraga harus mentaati peraturan yang berlaku (salah) 1. b) Semua warga neraga harus menaati peraturan yang berlaku (benar)
f.Awalan Ke- yang Kelirugunaan Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering diberi awalan ke. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang tepat. Contoh: 1. a) Pengendara mator itu meninggal karena ketambrak oleh kereta api (salah) 1. b) pengendara motor itu meninggal karena tertambrak oleh kereta api (benar) Perlu tiketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata bilangan. Selain di depan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
g.Pemakaian Akhiran –ir Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir adalah asi atau isasi. Contoh: 1. a) Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah) 1. b) Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu (benar) h.Padanan yang Tidak Serasi Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang serasi, yang muncul dalam kehitupan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau yang tidak serasi. Hal itu, terjadi karena dua kaidah yang berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat. Contoh: 1. a) karena modal dibank dibank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah) 1. b) karena modal dibank terbatas, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar) 1. c) modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar) Bentuk-bentuk diatas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi. i.Pemakaia Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, dan daripada sering dipertukarkan. Contoh: 1.a) putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah) 2.a) putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar) j.Pemakaian Akronim (singkatan) Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan bentuk singkat ialah lab (laboratorium), memo (memeorandum) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadang-kadang tidak teratur.
k.Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemungkinan Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata purusan; kata pemukiman bersaing dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran. Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhaikan dengan saksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain. Contoh: Tulis, menulis, penulis, penulisan, tulisan. Pilih, memilih, pemilih, pemilihan, pilihan Ada lagi pembentukan kata yang mengikuti pola berikut Contoh: Tani, bertani, petani, pertanian Mukim, bermukim, pemukim, permukiman l.Penggunaan Kata yang Hemat Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah kpemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita jumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros) Contoh: Boros hemat Sejak sejak atau dari Agar supaya agar atau supaya Mempunyai pendirian berpendirian Perbandingan kata yang hemat dan kata boros 1.a) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlakukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar (boros, salah) 1.b) Apabila suatu reservoir masihmempunyai cadangan minyak, diperlukan tenga dorong buatan untuk memproduksi munyak lebih besar. (salah) 1.c) Untuk mengksplorasi dan mengeksploitas munyak dan gas bumi di mana sebagai sumber devisa negaa diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (benar) m.Analogi Di dalam dunia olahraga tertapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan kata bertinju berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa ) meninju’. Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesilat, petenis, pesenam dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan teecipta bentukan seperti berikut ini Petinju ‘orang yang bertinju’ Pesilat ‘orang yang bersilat’ Petenis ‘orang yang bertenis’ Pesenam ‘orang yang bersenam’ n.Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak bahsa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1)Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti Kuda-kuda Meja-meja Buku-buku 2)Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti Beberapa meja Sekalian tamu Semua buku Dua tempat Sepuluh computer 3)Bentuk jamak dengan menmbahkan kata Bantu jamak seperti Para tamu 4)Bentuk jamak dengan menggunakn kata ganti orang seperti Mereka kita Kami kalian

TANDA BACA                               

1. Tanda baca ialah simbol atau tanda yang digunakan untuk memberri isyarat kepada pembaca supaya melakukan sesuatu dalam bacaan.
2. Ia diletakkan di temapt-tempat tertentu dalam ayat berdasarkan tujuan dan kesesuaiannya.
3. Tanda baca utama ialah :
Tanda Noktah atau titik   ( . )
Tanda koma                 ( , )
Tanda tanya atau soal   ( ? )
Tanda seruan                ( ! )
Tanda sempang atau sengkang  ( - )
Tanda noktah bertindih             ( : )
Tanda pengikat kata atau petik  ( “        “ )

Huruf Besar


Penggunaan
Contoh ayat

a) digunakan bagi huruf pertama kata pada setiap ayat.
a)Rumah itu di atas bukit.
b)Persembahan itu belum tamat.

b) digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
a)“Adik kamu mana ?” tanya Jamil.
b)Abang bertanya, “Betulkah awak tidak mahu pergi ?”

c) digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubung dengan kitab suci dan nama Alllah, termasuk kata ganti untuk Allah
a)Yang Maha Pengasih,
b)Ampunilah hamba-mu.
c)Semoga Engkau menerima doa kami.

d) digunakan sebagai huruf pertama gelaran kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
a)Haji Abdul Ghabur
b)Nabi Muhamad S.A.W

e) digunakan sebagai huruf pertama untuk nama jawatan dan pangkat yang diikuti nama orang
Profesor Ahmad Hashim
Sarjan Major Kamarudin , Tengku Iskandar

f) digunakan diawal nama khas
a) Sharipah, Ipoh, Terengganu, Bank Negara

g) digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
a)bangsa Melayu
b)orang Minangkabau

h) digunakan sebagai huruf pertama bagi nama rasmi badan, lembaga pemerintah, serta nama dokumen rasmi kecuali kata hubung
a)Lembaga Urusan Tabung Haji
b)Dewan Bahasa dan Pustaka
c)Semenajung Tanah Melayu
2.1 Tanda Titik atau noktah.


Tanda titik digunakan...
Contohnya

(a), pada akhir ayat yang bukan
pertanyaan atau seruan
(a) Kereta ini baru dibeli.
(b) Esok ibu akan ke Kuala Lumpur.

(b) pada akhir singkatan nama orang
Y.A.B. (Yang Amat Berhormat),
En. (Encik)

(c) sebelum tanda penutup kata (")
dalam cakap ajuk
Kata kakak, "Bunga itu sudah layu:"

(d) untuk menunjukkan angka perpuluhan
5.4, 30.2, 1 19.8
2.2 Tanda Koma (,)


Tanda koma digunakan...
Contohnya

(a)bagi mengasingkan kata yang
berturut-turut dalam satu ayat
(a) Ibu membeli ikan, sayur, dan daging.
(b) Abu, Kumar, dan Zaidi pergi ke Muar.

(b)di belakang kata seru
(a) Amboi, merahnya baju kamu !
(b) Eh, Azmi rupanya !

(c)untuk menandakan tempat berhenti
sebentar.
Berikan surat ini kepada ibumu, Ali.

(d) di belakang kata penghubung pada
awal ayat
... Oleh sebab itu, awak diminta hadir.
... Jadi, awak tidak mengaku bersalah?

(e)untuk memisahkan unsur-unsur dalam ayat yang berbeza-beza
Rumah itu besar, tetapi tidak cantik
Katakan saya ke bandar, jika dia datang.

(f)sebelum tanda pembuka kata (") dan
penutup kata (") dalam cakap ajuk
Ravi berkata, "Ini suratnya, encik."
"Terima kasih," jawab Encik Abu.
2.3 Tanda Tanya (?)


Tanda tanya digunakan...
Contohnya

(a) pada akhir ayat tanya
Bilakah adik kamu akan bersekolah?

(b) pada akhir ayat tanya sebelum
tanda penutup kata (")
"Apa yang kamu lihat?" tanya Jimmy.
2.4 Tanda Seru (!)


Tanda seru digunakan...
Contohnya

sesudah penyataan yang berupa seruan, perintah, atau rasa emosi yang kuat
(a)        Wah, perbuatan awak sudah melampau!
(b)        Siapkan kerja itu segera!
2.5 Tanda Titik Bertindih (:)


Tanda titik bertindih digunakan...
Contohnya

(a)        pada akhir sesuatu penyataan
apabila diikuti oleh rangkaian
Barangbarang yang perlu dibawa adalah seperti berikut: parang, sabit, dan cangkul

(b)        untuk memberi penjelasan atau memperkenalkan sesuatu
Tarikh: 3 April 2000
Masa: 2.00 petang
Tempat: Bilik Gerakan
2.6 Tanda Koma Bertitik (;)


Tanda koma bertitik digunakan
Contohnya

(a) untuk memisahkan bahagian-
bahagian ayat yang sejenis dan
setara
Giginya sakit; dia tidak mahu ke klinik.

(b) pada baris pertama pantun dua
erat
Ada ubi ada batas;
Ada budi ada balas.

(c) pada baris kedua pantun empat
kerat
Kalau ada jarum patah,
Jangan disimpan di dalam peti;
Kalau ada silap dan salah,
Jangan disimpan di dalam hati.
2.7 Tanda Sempang (-)


Tanda sempang digunakan...
Contohnya

(a)        untuk menyambungkan kata yang
            diulang dan kata ganda
murid-murid, riuh-rendah

(b)        untuk merangkaikan:
            i           se dengan kata yang berikutnya yang dimulai dengan huruf besar
seMalaysia, seTanah Melayu

ii. ke- dengan angka
iii. angka dengan -an
kali yang ke-10,
tahun 1960-an

(c) memisahkan huruf kecil daripada
huruf besar
rahmat-Mu, hamba-Nya,
sinar-X
2.8 Tanda Petik ("...")


Tanda petik digunakan
Contohnya

(a) untuk mengapit petikan langsung
"Saya belum makan ibu," kata adik.

(b) pada jadual rencana, karangan,
novel, puisi, dan sebagainya
Novel "Esok Masih Ada" memenangi
hadiah pertama.



Ringkasan
Contoh ayat

Huruf Besar
1. Digunakan pada permulaan sesuatu ayat atau selepas tanda noktah.
2. Digunakan untuk menulis Kata Nama Khas
3. Digunakan pada awal menulis cakap ajuk dan selepas tanda tanya dalam ikatan cakap ajuk.
4. Digunakan selepas tanda seruan.
a. Ibu memasak nasi.
b. Tan seorang budak yang pemalu. Dia baru pindah ke sini.
a. Amin, ketua Kelas Enam Mawar baru balik dari kampungnya di Dungun.
b. Ahmad membaca buku bertajuk “Bukit Rahsia” yang ditulis oleh Idris Rahman.
a. Dengan lantang ibu berkata “ Bangun, kemu sudah terlewat ke sekolah.”
b. “Bilakah awak hendak ke pekan ? Hari inikah ?” tanya Burhan.
a. Amboi, cantiknya baju dia ! Di mana dia membelinya ?

Tanda noktah atau titik ( .)
1. Digunakan untuk mengakhiri sesuatu ayat yangbukan seruan atau pertanyaan.
2. Digunakan untuk menulis huruf ringkas atau kependekan.
a. Dia baru pulang dari sekolah.
a. Kami melawat R.T.M.
a. Bapanya dianugerahkan pingat P.J.K. oelh Sultan Terengganu.

Tanda koma ( , )
1. Digunakan untuk memisahkan unsur-unsur yang sama dalam sesuatu ayat
2. Digunakan selepas kata seruan.
3. Digunakan untuk memisahkan cakap ajuk daripada bahagian lain dalam ayat.
4. Digunakan di belakang pada kata penghubung pada awal ayat.
a. Abang pergi ke kedai membeli tepung, gula, bawang, biskut, roti , dan susu.
a. Wah, bijak betul budak itu !
a. Cikgu Asrul berkata, “Tolong ambilkan buku kuning itu.”
b. “Biarkan dia lakukan sendiri kerja itu,” pesan ibu.
a. Oleh itu, kita mesti bertindak dari sekarang.
b. Jadi, dia pun lari dari situ.

Tanda Tanya atau soal ( ? )
Digunakan untuk menamatkan ayat soal.
Pukul berapa dia pergi ke sana ?

Tanda Seruan ( ! )
Digunakan di hujung ayat-ayat seruan.
a. Oh, awak rupanya yang mengetuk pintu tadi !
b. Eh, bila kamu sampai !

Tanda Sempang atau Sengkang ( - )
1. Digunakan untuk menulis kata ganda.
2. Digunakan untuk merangkaikan huruf kecil dengan huruf besar.
3. Digunakan untuk merangkaikan awalan ke depan angka atau nombor.
4. Digunakan untuk merangkaikan angka dengan akhiran -an.
a. Gunung-ganang, lauk-pauk, bukit-bukau, kuda-kuda
b. rahmat-Nya, Se-Malaysia, anti-Amerika, Insya-Allah.
a. Ke-60, ke-10
b. Mereka menyambut ulang tahun perkahwinan yang ke - 5.
a. 60-an, 70-an, 80-an, 90-an
b. Irama Pop Yeh-Yeh terkenal pada tahun 60-an.

Tanda Noktah Bertindih ( : )
1. Digunakan untuk menambahkan penjelasan dalam sesuatu ayat.
2. Digunakan untuk menggantikan maksud iaitu.
3. Digunakan untuk memisahkan watak dengan dialog dalam sesuatu perbualan.
4. Digunakan untuk menerangkan sesuatu dalam ayat.
a. Kamu mesti belajar bersungguh-sungguh: Jika tidak berpelajaran, kita akan di pandang hina.
b. Kita mesti membantu orang yang dalam kesusuhan : sikap yang disukai masyarakat
a. Cikgu : Mengapa awak tidak datang ke sekalah semalam ?
Sani    : Saya tidak sengaja. Saya lewat bangun.
a. Di dalam beg ini ada :
i- buku
ii- pensil
iii- pembaris
iv- pemadam

Tanda Koma Bertindah ( ; )
1. Digunakan untuk memisahkan bahagian ayat yang setara dengan keadaannya.
2. Digunakan untuk memisahkan bahagian-bahagian ayat yang menggunakan kata hubung.
a. Bawakan barang-barang ini dan berikan kepada Pak Yusof ; cangkul, sabit dan penggali.
b. Kami semua lulus dalam ujian matematik ; Manisah 80 merkah, Tina 82 markah dan saya sendiri 88 markah.
a. Dia seorang budak yang baik ; kami semua sayang kepadanya.
b. Buktikan kepandaian kamu ; kalahkan pasukan mereka.

Tanda Pengikat Kata atau Petik ( “      “ )
1. Digunakan untuk menulis cakap ajuk.
2. Digunakan untuk menulis nama buku, majalah, cerita, sajak, lagu dan sebagainya dalam sesuatu ayat.
a. “Saya hendak pergi ke perpustakaan,” kata Ghani.
b. Adnan berkata, “Sayalah pemain yang menjaringkan gol itu.”
a. Cikgu Hashimi menulis sebuah buku bertajuk, “Penggunaan Tatabahasa dalam U.P.S.R.”

Gejala Bahasa

Protesis (penambahan di awal)
Contoh: mas emas
lang elang

Efentesis (penambahan di tengah)
Contoh: kapak kampak
tubuh tumbuh

Paragog (di akhir)
Contoh: hulubala hulubalang
Pengulangan atau penghilangan fonem

Afanesis
Contoh: stani tani
telentang tentang

Hapologi (berkurang dua fonem di tengah)
Contoh: baharu baru

Sinkop
Contoh: sahaya saya
bahasa basa
citcit cicit

Apakop
Contoh: tidak tida
Import impor

Assimilasi total
Contoh: ad+simiatio assimilasi asimilasi
Al+salam assalam asalam

Asimilasi parsial/sejalan
Contoh: in+perfect imperfect imperfek
P Protesis (penambahan awal)
E Efentesis (penambahan tengah)
P Paragog (penambahan akhir) A Afanesis (pengurangan awal) S Sinkop (pengurangan tengah) AApakop (pengurangan akhir)
H Hapologi (pengurangan dua fonem di tengah)
SSandi
KKontraksi (pemendekan) Contoh: mahardika merdeka
PLEONASME (-) ANALOGI (+) HIPERKOTEK (-) ADAPTASI (+) KONTAMINASI (-)
Penyerapan bahasa
1. Loan words (kata serapan): Hasil importasi morfosis tanpa substansi
morfemis namun tanpa atau dengan substansi fonemis
Contoh: oksigen (inggris)
2. Loan blends (campuran serapan): Gabungan hasil substansi dan
importansi morfonis sama dengan modelnya.
Contoh: non baku non standard
3. Hybrids: Campuran struktur yang tidak sesuai dengan bentuk
modelnya.
Contoh: berambisi ambisions (inggris)
4. Loan shift: (terjemahan serapan)
-Loan translation umpan balik dan
-Semantic Loan serapan borrowing

Ragam bahasa,

Ragam bahasa,

oleh Rika Rovikoh pada 16 September 2010 jam 17:01
Ragam Bahasa


A. Ragam bahasa berdasarkan media/sarana
  1. Ragam bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
  1. Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh
Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis
1. Putri bilang kita harus pulang 1. Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
2. Ayah lagi baca koran 2. Ayah sedang membaca koran
3. Saya tinggal di Bogor 3. Saya bertempat tinggal di Bogor
B. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
  1. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
  2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
contoh:
1) Ira mau nulis surat à Ira mau menulis surat
2) Saya akan ceritakan tentang Kancil à Saya akan menceritakan tentang Kancil.
  1. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur. Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku merupakan ragam bahasa yang dipakai dalam situasi resmi/formal, baik lisan maupun tulisan.
Bahasa baku dipakai dalam :
a. pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran;
b. pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat;
c. komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang;
d. wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
Segi kebahasaan yang telah diupayakan pembakuannya meliputi
a. tata bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya adalah buku Tata Bahasa Baku Indonesia;
b. kosa kata berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);
c. istilah kata berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah;
d. ejaan berpedoman pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD);
e. lafal baku kriterianya adalah tidak menampakan kedaerahan.
C. Ragam bahasa menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni; pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan, peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang digunakan dalam undang-undang.

Definisi/Pengertian Bahasa, Ragam dan Fungsi Bahasa - Pelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat : 1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia. 2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia. 3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa : 1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb. 2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya. 3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya. 4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan. 5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan. 6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri.

Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai[1]. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri [2]. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri [2].
Jenis ragam bahasa
Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:
  • Ragam bahasa undang-undang
  • Ragam bahasa jurnalistik
  • Ragam bahasa ilmiah
  • Ragam bahasa sastra
Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
  1. Ragam lisan yang antara lain meliputi:
    • Ragam bahasa cakapan
    • Ragam bahasa pidato
    • Ragam bahasa kuliah
    • Ragam bahasa panggung
  2. Ragam tulis yang antara lain meliputi:
    • Ragam bahasa teknis
    • Ragam bahasa undang-undang
    • Ragam bahasa catatan
    • Ragam bahasa surat
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembiacra dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara
  • Ragam bahasa resmi
  • Ragam bahasa akrab
  • Ragam bahasa agak resmi
  • Ragam bahasa santai
  • dan sebagainya
Referensi
  1. ^ Pendahuluan KBBI edisi ketiga.
  2. ^ a b Meecham, Marjorie and Janie Rees-Miller. (2001) "Language in social contexts." In W. O'Grady, J. Archibald, M. Aronoff and J. Rees-Miller (eds) Contemporary Linguistics. pp. 537-590. Boston: Bedford/St. Martin's.

Ragam bahasa baku dan tidak baku
Contoh ragam baku:
1. Andi mempunyai Keahlian yang sangat mumpuni untuk bersaing di pertandingan itu.
2. Kakak merupakan contoh teladan yang baik untuk adik-adiknya.
3. Ibu mencuci pakaian di Kali.
4. Anto sedang bermain bola di Lapangan Belakang.
5. Saya senang olahraga Sepak Bola.

Contoh ragam tidak baku:
1. Hasil produksi perusahaan A kwalitasnya kurang baik.
2. A. H. Nasution adalah salah satu pahlawan saat masa perjuangan jaman dulu.
3. Pier tinggal di rumah daerah emperan Kali.
4. Agus lupa membuat tugas saat pengumpulan peer.
5. Dia lupa membawa kaos kaki.

Kalimat yang dicetak tebal di atas merupakan kata tidak baku.
seharusnya menggunakan kata yang baku seperti di bawah ini.
kwalitas => kualitas
jaman => zaman
emperan => pinggiran
peer => pekerjaan rumah atau bisa juga di tulis PR, merupakan singkatan.

Bahasa baku dan tidak Baku
A. Bahasa Baku
Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah mendorong berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial menyebabkan munculnya berbagai ragam kedaerahan (ragam regional) dan sejumlah ragam sosial.
Salah satu jenis ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan makalah ini adalah ragam bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh kelompok yang menganggap dirinya terpelajar. Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa) tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga (ragam) bahasa baku (lihat Alwi et al. 1993).
Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.
Dalam hubungan dengan gaya itu, perlu dicatat perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan. Dari segi gaya, ragam bahasa tulisan cenderung kata-katanya lebih terpilih dan kalimat-kalimatnya lebih panjang-panjang, tetapi lebih tertata rapi. Dengan kata lain, persoalan lafal yang menjadi persoalan pokok makalah ini tidak berkaitan langsung dengan perbedaan ragam bahasa Indonesia lisan dan ragam bahasa Indonesia tulisan. Lafal bahasa Indonesia yang dipersoalkan dalam makalah ini adalah lafal (baku) yang dianggap baik untuk digunakan ketika berbahasa Indonesia baku dengan memakai bunyi sebagai sarananya baik dengan cara berbicara maupun dengan cara membaca.
1. Ciri-Ciri Lafal Baku Bahasa Indonesia
Di atas telah disinggung bahwa bahasa baku baik ragam lisan maupun tulisan selalu dikaitkan dengan bahasa sekolah yang juga disebut ragam tinggi. Ragam bahasa tinggi ini lazim digunakan oleh mereka yang menganggap dirinya terpelajar. Salah satu ciri yang menonjol bahasa kaum terpelajar ini, yang menyangkut lafal, adalah bahwa sistem bunyinya lebih kompleks dibandingkan dengan sistem bunyi yang dimiliki kaum tak-terpelajar. Bahasa kaum terpelajar cenderung mempunyai khasanah bunyi yang lebih banyak. Karena itu, kaum terpelajar cenderung membedakan kata seni dari zeni, kata pak dari vak, kata sarat dari syarat, kata kas dari khas, dan kata teras (rumah) dari teras (dalam arti inti) sedangkan kaum tidak terpelajar cenderung tidak membedakan pasangan-pasangan kata itu dalam berbicara.
Bahasa kaum terpelajar juga cenderung mempunyai kaidah fonotaktis yang lebih rumit. Kaum terpelajar akan mengacu kumpulan bangunan sejenis di suatu tempat sebagai kompleks, aksi-aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sebagai demonstrasi, dan olahraga konglomerat yang dilakukan di padang-padang bekas kebun teh dan sawah rakyat sebagai golf, sementara kelompok tidak terpelajar cenderung akan mengacunya masing-masing sebagai komplek, demonstrasi, dan golop, paling tidak, dalam berbahasa lisan. Selain khasanah bunyi yang lebih banyak dan kaidah fonotaktis yang menyatakan kombinasi-kombinasi bunyi yang lebih kompleks, bahasa kaum terpelajar cenderung juga berbeda dari bahasa kaum tak-terpelajar dalam hal kaidah pemberian tekanan pada kata. Bahasa kaum terpelajar cenderung memperlihatkan kaidah tekanan yang lebih teratur dan lebih berdasar daripada bahasa kaum tak-terpelajar. Perbedaan lafal akibat perbedaan kaidah penempatan tekanan antara kedua kelompok penutur bahasa Indonesia itu akan lebih tajam bila kata-kata itu berada dalam untaian kalimat.
Pada umumnya aspek-aspek bunyi dan tekanan yang memperbedakan ragam bahasa baku (ragam bahasa kaum terpelajar) dengan ragam bahasa tak-baku (ragam bahasa kaum tak-terpelajar) bersumber pada perbedaan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan bahasa ibu para penutur yang cenderung menghasilkan ragam regional bahasa Indonesia yang lazim disebut logat atau aksen. Sejalan dengan itu, Abercrombie (1956) menulis bahwa ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang paling sedikit memperlihatkan ciri kedaerahan.
Makin tinggi pendidikan seseorang cenderung akan meningkatkan status sosial seseorang--termasuk meningkatkan mutu bahasanya. Khasanah bunyi beserta kaidah-kaidah yang mengatur distribusi bunyi-bunyi itu, termasuk kombinasi-kombinasi bunyi dalam kata yang diperbolehkan oleh kaidah fonotaktik, dan kaidah penempatan tekanan pada kata-kata bahasa Indonesia ragam baku dapat dilihat di dalam Alwi et al. (1998).
2. Fungsi Lafal Baku Bahasa Indonesia
Lafal merupakan perwujudan kata-kata dalam bentuk untaian-untaian bunyi. Lafal merupakan aspek utama penggunaan bahasa secara lisan. Dalam hubungan itu, lafal baku dapat dipandang sebagai perwujudan ragam bahasa baku dalam bentuk untaian bunyi ketika berlangsung komunikasi verbal secara lisan yang menuntut penggunaan ragam baku. Persoalannya adalah peristiwa komunikasi lisan apa saja yang menuntut penggunaan ragam baku. Kridalaksana (1975) mencatat empat fungsi bahasa yang menuntut penggunaan ragam baku, yaitu (1) komunikasi resmi, (2) wacana teknis, (3) pembicaraan di depan umum, dan (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati. Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain, lafal baku perlu digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah, ceramah, khotbah, pidato, dsb. atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti pembicaraan dengan atasan, dengan guru, dengan orang yang baru dikenal dsb.
Di atas telah kita lihat bahwa ragam bahasa baku dianggap sebagai ragam bahasa yang baik yang cocok untuk keperluan komunikasi verbal yang penting, yang menjadi tolok untuk pemakaian bahasa yang benar, dan yang bergengsi serta berwibawa. Dalam hubungan dengan fungsi sosial bahasa baku itu, Moeliono (1975) mencatat empat fungsi pokok, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penanda wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Dengan demikian, lafal baku--sebagai perwujudan bahasa baku secara fonetis--mempunyai fungsi sosial sebagai (1) pemersatu, (2) penanda kepribadian, (3) penanda wibawa, dan (4) sebagai kerangka acuan.
Pengikraran bahasa Melayu (tinggi) sebagai bahasa Indonesia 70 tahun lalu merupakan peristiwa bersejarah yang sangat penting dalam proses perkembangan bangsa Indonesia yang bersatu. Sulit untuk dibayangkan apa yang akan terjadi dengan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku bangsa dengan latar belakang kebahasaan yang ratusan pula dan menyebar di kepulauan Nusantara yang luas ini jika tidak ada satu bahasa sebagai alat komunikasi antara satu dengan lain. Kehadiran suatu lafal baku yang perlu digunakan sebagai tolok dalam berbahasa lisan pada peristiwa-peristiwa tutur resmi yang melibatkan pendengar dari berbagai kelompok suku tentulah merupakan suatu keharusan. Fungsi kepribadian lafal baku akan tampak bila kita terlibat dalam pergaulan antarbangsa. Melalui bahasa lisan seseorang, kita dapat mengenal apakah dia menggunakan logat asing ataukah logat baku. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia dapat saja mencapai penguasaan bahasa Indonesia yang sangat baik namun itu biasanya terbatas pada bahasa tulisan. Atau, kemungkinan lain, dapat saja kita terlibat dalam percakapan dengan bangsa serumpun, misalnya dengan orang Malaysia atau Brunei Darussalam. Dari segi perawakan tentu sulit untuk membedakan satu sama lain, tetapi melalui logat/dialek yang digunakan kita dapat mengenal apakah seseorang termasuk bangsa Indonesia atau tidak.
Fungsi penanda wibawa lafal baku merupakan suatu fungsi yang mempunyai nilai sosial yang tinggi dalam suatu masyarakat. Kemampuan seseorang dalam menggunakan lafal baku cenderung akan ditafsirkan bahwa orang itu adalah orang terpelajar dan karena itu patut disegani. Kewibawaan lafal baku tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari. Dalam senda gurau tidak pernah kita mendengar lafal baku dijadikan bahan olok-olok. Pada umumnya yang kita dengar adalah logat (lafal) yang bersifat kedaerahan.
Fungsi lafal baku sebagai kerangka acuan berarti bahwa lafal baku dengan perangkat kaidahnya menjadi ukuran atau patokan dalam berbahasa Indonesia secara lisan pada situasi-situasi komunikasi yang resmi.
3. Faktor Penunjang dan Penghambat Pertumbuhan Lafal Baku
Dengan faktor pendukung pertumbuhan lafal baku di sini dimaksudkan semua faktor yang dianggap memberikan dampak positif terhadap kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Sebaliknya, faktor penghambat pertumbuhan lafal baku adalah semua faktor yang dianggap memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan/kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembicaraan pada seksi ini akan mencoba mengidentifikasi beberapa isu atau masalah yang bertalian dengan lafal baku kemudian melihat apa segi positifnya dan apa segi negatifnya. Masalah yang bertalian dengan lafal baku yang akan disorot dalam hubungan ini meliputi:
a. Isu Persatuan dan Kesatuan
Kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dihuni oleh ratusan suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda jelas merupakan tantangan berat dalam rangka mempersatukan bangsa Indonesia ini. Adanya satu bahasa sebagai alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang bhineka itu merupakan suatu keharusan. Hal ini disadari benar oleh para pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda tersebut, bahasa Melayu diikrarkan sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia. Walaupun tidak ada catatan yang menyebutkan secara eksplisit ragam bahasa Melayu mana yang dinobatkan sebagai bahasa Indonesia itu, dapat dipastikan bahwa bukan ragam bahasa Melayu pasar. Ragam bahasa Melayu yang dinobatkan sebagai bahasa persatuan melalui Sumpah Pemuda itu tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi karena ragam inilah yang diajarkan di sekolah-sekolah, terutama sekolah-sekolah kebangsaan. Bersamaan dengan pengikraran ragam bahasa Melayu Tinggi sebagai bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda itu juga secara serta-merta menobatkan lafal bahasa Melayu Tinggi sebagai lafal baku.
Fungsi bahasa Indonesia baku, termasuk lafalnya, sebagai alat pemersatu bangsa secara umum dapat dikatakan telah berjalan dengan baik. Hampir sebagian besar bangsa Indonesia telah dapat mengerti bahasa Indonesia. Namun, di sisi lain penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan telah pula mengakibatkan sebagian masyarakat yang belum menguasai atau dianggap belum mahir berbahasa Indonesia secara tidak sadar telah menciptakan pengotak-ngotakan masyarakat bangsa ini atas yang mahir berbahasa Indonesia dan yang tidak mahir berbahasa Indonesia. Upaya untuk mengendalikan pertumbuhan bahasa melalui perencanaan bahasa sesungguhnya merupakan upaya perencanaan perbedaan antara yang mahir dan yang kurang mahir berbahasa Indonesia termasuk lafalnya.
b. Isu Pendidikan
Salah satu alasan yang sering dikemukakan dalam hubungan dengan upaya penetapan suatu ragam bahasa baku adalah pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah tentulah menuntut adanya bahasa pengantar yang dikuasai oleh guru dan murid. Pengembangan bahan-bahan ajar tentulah memerlukan satu bahasa demi penghematan. Adalah tidak ekonomis untuk menyediakan buku yang berbeda-beda dari segi bahasa bagi kelompok-kelompok yang berbeda bahasa seperti Indonesia. Ini tidak hanya mahal dari segi finansial tetapi juga mahal dari segi ketenagaan. Dalam hubungan dengan penyelenggaraan pendidikan ini, peranan lafal baku sangat penting karena ragam bahasa yang digunakan sebagian besar adalah ragam lisan. Kegagalan seseorang menguasai lafal baku cenderung akan berakibat kegagalan dalam mencapai manfaat pendidikan di sekolah yang optimal.
Isu pendidikan berkenaan dengan lafal baku itu baru akan menjadi persoalan bila sekolah memang menuntut penggunaan lafal baku. Murid yang tidak mahir menggunakan lafal baku cenderung akan dinilai "kurang berhasil" dalam mengikuti pendidikan. Kekurangberhasilan murid itu akan tampak menonjol dalam hal-hal yang menuntut penggunaan bahasa lisan seperti bercakap-cakap, menjawab pertanyaan secara lisan, menerangkan sesuatu, dan membaca bersuara.
c. Isu Kesempatan Kerja
Alasan lain yang biasa dikemukakan dalam usaha penetapan suatu bahasa baku termasuk lafal baku bertalian dengan kesempatan kerja. Prof. Emil Salim (1983) melaporkan bahwa hasil Sensus 1980 menunjukkan adanya hubungan positif antara penguasaan bahasa Indonesia dengan kesempatan kerja. Pendapatan per kapita rata-rata (GNP) yang menguasai bahasa Indonesia lebih tinggi daripada GNP kelompok masyarakat yang kurang menguasai bahasa Indonesia. Rendahnya GNP kelompok yang kurang menguasai bahasa Indonesia itu pastilah tidak berkaitan langsung dengan kemampuan intelektual atau keterampilan mereka. Kemungkinan besar perbedaan GNP itu lebih banyak ditentukan oleh kesan pertama yang didapatkan oleh para penyaring calon pekerja melalui lamaran tertulis dan atau wawancara dengan pencari kerja tersebut. Ketidaklancaran komunikasi antara calon pekerja dengan penyaring calon pekerja cenderung ditafsirkan sebagai ketidakmampuan tenaga pencari kerja tersebut untuk melaksanakan beban kerja lowongan yang ada.
Di sini lagi-lagi isu bahasa baku, termasuk lafal baku, dapat menjadi masalah jika ragam bahasa baku itu dijadikan sebagai suatu prasyarat untuk bisa diterima sebagai tenaga kerja dalam suatu lembaga atau perusahaan. Buruh-buruh di suatu pabrik atau perkebunan serta pesuruh, tukang kebun, dan tenaga administrasi rendahan di kantor-kantor tidak perlu dipersyaratkan menguasai bahasa Indonesia baku secara lisan dan tertulis sama baik dengan mandor atau kepala bagian di kantor-kantor.
d. Isu Keunggulan Bahasa Baku
Di atas telah disinggung bahwa ragam bahasa baku cenderung dinilai sebagai bahasa yang bergengsi yang lebih baik daripada ragam lain atau ragam kedaerahan. Sentimen sosial yang melekat pada ragam baku itu cenderung ditafsirkan bahwa ragam bahasa baku lebih unggul daripada ragam kedaerahan dalam hal daya ungkapnya. Ragam bahasa baku (ragam tinggi) dianggap mampu mengungkapkan berbagai konsep ilmu pengetahuan dan teknologi modern, sedangkan ragam kedaerahan tidak.
Dalam hal-hal tertentu anggapan itu memang benar, tetapi itu terjadi karena ragam baku memang sengaja dikembangkan secara khusus untuk keperluan itu, terutama dalam hal peristilahannya. Secara teoretis, ragam apa pun yang digunakan asal tersedia perangkat istilah untuk bidang-bidang yang dipercakapkan tentulah bisa. Para ahli ilmu bahasa sudah sejak lama menerima pandangan bahwa semua bahasa di dunia ini sama baiknya. Apa yang bisa diungkapkan dalam satu bahasa pastilah dapat diungkapkan dalam bahasa lain walaupun dengan cara yang lebih panjang. Dalam kaitan ini, pandangan bahwa ragam bahasa baku lebih unggul dari ragam kedaerahan terletak pada kehematan dalam pengungkapan saja.
e. Isu Demokrasi dalam Bahasa
Penilaian ragam bahasa baku sebagai ragam yang berwibawa dan bergengsi dengan segala konotasinya telah menjadi salah satu alasan mengapa perlu ada ragam baku dan bahwa setiap warga negara perlu diberi kesempatan yang sama untuk mempelajari dan menguasai ragam bahasa baku, termasuk lafal baku itu.
Dalam negara seperti Indonesia yang warganya terdiri atas ratusan kelompok etnis dengan bahasa daerah yang beratus pula tentulah keinginan untuk memberi kesempatan yang sama untuk menguasai bahasa Indonesia (baku) merupakan suatu keharusan. Masalah yang timbul berkaitan dengan isu demokrasi dalam bahasa ini adalah bahwa tidak jarang murid mendapat hambatan dalam menggapai kemajuan dalam pendidikannya akibat ragam bahasa Indonesia baku yang belum dikuasainya dengan baik. Acapkali dapat terjadi seseorang menjadi segan, dan mungkin berkembang menjadi benci, berbicara karena dikritik atau diperolok-olokkan baik oleh guru maupun oleh teman-temannya. Apabila tekanan-tekanan psikologis seperti itu dialami oleh murid, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mencapai hasil yang memuaskan di dalam pendidikannya. Untuk menghindari tekanan-tekanan psikologis yang bisa diakibatkan ketidakmampuan menguasai ragam bahasa baku itu, maka murid dapat pula menuntut hak bahasa lainnya, yaitu untuk belajar di dalam dialeknya sendiri sebagaimana disuarakan oleh UNESCO belakangan ini walaupun konsekuensinya jauh lebih tidak menguntungkan dilihat dari kepentingan bangsa.
4. Upaya Pembakuan Lafal Bahasa Indonesia
Adanya ragam baku, termasuk lafal baku, untuk bahasa Indonesia merupakan tuntutan Sumpah Pemuda dan UUD 1945. Pengikraran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa berkomunikasi satu sama lain baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan. Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berarti bahwa segala bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua kegiatan komunikasi verbal dalam bahasa Indonesia itu, secara lisan atau secara tertulis, hanya akan mencapai hasil yang baik jika ada semacam rujukan yang dimiliki bersama--dalam hal ini ragam baku bahasa Indonesia. Untuk keperluan berbahasa lisan tentu saja dibutuhkan lafal baku. Upaya pembakuan lafal bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan dua jalur yaitu :
a. Pembakuan lafal melalui jalur sekolah
Upaya pembakuan lafal bahasa Indonesia sebenarnya telah dimulai jauh sebelum bahasa Indonesia diikrarkan sebagai bahasa persatuan 70 tahun lalu. Upaya pembakuan itu dimulai di sekolah-sekolah yang mengajarkan atau memakai bahasa Melayu. Kehadiran Ejaan van Ophuijsen tahun 1901 telah meletakkan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan lafal bahasa Melayu Tinggi yang kemudian dinobatkan sebagai bahasa Indonesia oleh Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Melalui tulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah, murid-murid mulai membentuk lafal baku. Melalui tulisan yang mereka pelajari, mereka belajar mengucapkan kata-kata tertulis seperti ada, apa, dan mana, sebagaimana dituliskan dan bukan sebagai [ad ], [ap ], dan [man ] seperti kita dengar dalam bahasa Melayu Riau hingga dewasa ini.
Pembakuan lafal melalui sekolah pada umumnya dilakukan secara pasif. Guru tidak secara khusus melatih para murid untuk menggunakan lafal baku. Murid belajar lafal baku melalui apa yang didengarnya dari guru dan, pada tahap tertentu, dari sesama murid. Melalui pelajaran baca-tulis, murid dapat mengetahui nilai (fonetis) untaian huruf yang digunakan untuk menuliskan kata-kata Indonesia. Peranan guru dalam upaya pembinaan lafal bahasa baku sangatlah besar. Untuk dapat melaksanakan upaya pembinaan lafal baku itu guru hendaklah mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan memperhatikan hal-hal berikut.
1. Guru haruslah menyadari bahwa lafalnya merupakan model atau kerangka acuan bagi murid-muridnya. Karena itu, hendaklah guru mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Pengetahuan fonologi akan banyak membantu tugasnya.
2. Guru perlu mengetahui aspek-aspek fonologi yang khas di daerah tempatnya mengajar agar dapat mengetahui bunyi-bunyi yang sukar bagi murid-muridnya. Di daerah Tapanuli dan sebagian besar Indonesia bagian timur, vokal / / cenderung diganti dengan /e/. Di Aceh, Jawa, dan Bali bunyi /t/ cenderung diganti dengan bunyi retrofleks /t/.
3. Guru hendaklah menyadari bahwa (ragam) bahasa menjadi lambang kelompok sosial. Karena itu guru perlu menghargai logat murid-muridnya. Apabila murid merasa direndahkan karena ketidak-mampuannya berbahasa Indonesia dengan lafal baku sebagai akibat pengaruh logat/bahasa ibunya, maka ia cenderung menolak apa saja yang berbau lafal bahasa Indonesia baku.
b. Pembakuan lafal melalui jalur luar sekolah
Di atas telah disinggung bahwa lafal baku sebagai perwujudan ragam bahasa baku mempunyai nilai sosial yang tinggi. Oleh karena itu, di banyak tempat di dunia itu acapkali ragam bahasa para penutur dari kalangan kelas sosial atas sering dijadikan acuan atau model. Hal ini terlihat jelas di Indonesia. Ketika presiden sering terdengar mengucapkan -kan sebagai [k n] maka banyak orang yang latah ikut-ikutan mengucapkan [-k n] walaupun mereka bukan dari suku Jawa. Untuk bisa memberikan model lafal yang baik kepada masyarakat perlu diperhatikan hal-hal berikut.
1. Setiap pemimpin dan tokoh masyarakat yang biasa dalam tugasnya berhadapan langsung dengan rakyat perlu berusaha menggunakan lafal baku.
2. Para penyiar radio dan televisi hendaklah memberikan model yang baik bagi para pendengar khususnya dalam pembicaraan yang bersifat resmi, seperti pembacaan berita atau wawancara resmi dengan tokoh-tokoh masyarakat. Peranan televisi dan radio itu sangat besar dalam pembentukan lafal bahasa Indonesia yang ada dewasa ini.
A. Bahasa Tidak baku
Pembahasan ragam bahasa baku oleh penulis tidak akan secara lebar diterangkan, karena ragam bahasa baku merupakan sistem paradoks dari bahasa baku. Berdasarkan penggunaannya bahasa ini lebih banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam percakapan santai.

Bahasa Indonesia yang baik dan benar
Meskipun sudah sering didengar, ternyata belum semua orang memahami makna istilah “baik dan benar” dalam berbahasa. Tidak semua bahasa yang baik itu benar dan sebaliknya, tidak semua bahasa yang benar itu baik. Tentunya yang terbaik adalah bisa berbahasa dengan baik dan benar. Untuk dapat melakukannya, perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan baik dan benar tersebut.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
  1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
  2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
  3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
  4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
  5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
  1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
  2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
  3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
  4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
  5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Dari semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.
.