Rika Al_Syafe'i

Minggu, 10 Juli 2011

A. Pengelolaan Sukuk Dana Haji Dilihat dari Pengelolaan Anggaran Negara


1.    Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Haji
Setiap warga Indonesia yang hendak menunaikan ibadah haji wajib menyetorkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).  BPIH tersebut disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) ke rekening Menteri Agama. Untuk selanjutnya BPIH tersebut dikelola dengan mempertimbangkan nilai manfaat yang didapat untuk membiayai belanja operasional penyelenggaraan ibadah haji.
Dalam rangka pembenahan penyelenggaraan ibadah haji, ada beberapa pembenahan yang ditujukan agar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) lebh rasional dan lebih proporsional, yaitu merasionalkan komponen direct cost dan menoptimalkan indirect cost, optimalisasi manfaat setoran awal BPIH, perubahan harga tiket dar sistem zona ke sistem embarkasi, menghilangkan biaya seat penerbangan, meningkatkan rasionalisasi pengeluaran dengan tetap meningkatkan kualitas layanan. Kedepannya pengelolaan keuangan haji diarahkan lebih akuntabel dan transparan.[1]
Adapun untuk mempertimbangkan nilai manfaat dari pengelolaan dana haji maka langkah yang ditempuh oleh Kementrian Agama pada tahun 2009 ini adalah menempatkan dana haji pada Sukuk Dana Haji Indonesia. Seperti yang telah disinggung di bab sebelumnya bahwa penerbitan Sukuk Dana Haji Indonesia adalah hasil kesepakatan antara Kementrian Agama dan Kementrian Keuangan.
Kementrian Agama menempatkan dana haji tersebut ke dalam Surat Berharga Syariah Negara. Penempatan dana haji pada Surat Berharga Syariah Negara, termasuk ke dalam Surat Berharga Syariah Negara jangka panjang dengan imbal hasil tetap atau disebut dengan fix coupon.
Adapun Kementrian Keuangan menerbitkan Sukuk Dana Haji itu sendiri yaitu dalam rangka pengembangan pasar syariah. Mengingat SBSN atau sukuk merupakan salah satu  instrumen yang digunakan oleh pemerintah dengan maksud untuk memperluas sumber penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Maka dengan diterbitkannya Sukuk Dana Haji Indonesia akan menambah outstanding atau jumlah penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, dimana secara tidak langsung akan menambah penerimaan APBN.

2.    Kaitan SDHI dengan Kebijakan Defisit Anggaran Negara
Kebijakan defisit anggaran akan ditempuh oleh pemerintah jika ternyata belanja atau pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diterima.
Setelah puluhan tahun pemerintah Indonesia enggan mengakui adanya defisit anggaran dan selalu menagatakannya sebagai anggaran berimbang, akhirnya pada tahun 2000 defisit anggaran diakui secara eksplisit.[2]
Untuk menutup defisit anggaran, pemerintah  membuka opsi  pendanaan melalui beberapa sumber, yaitu: [3]
1.    Pinjaman luar negeri dengan persyaratan lunak dan jangka panjang.
2.    Membuka akses sumber pembiayaan di pasr internasional sepsrti obligasi global dan sukuk global.
3.    Mengutamakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah di pasar dalam negeri.
Instrumen  pembiayaan dalam  negeri yang digunakan pemerintah Indonesia adalah  Surat Berharga Negara yang terdiri dari Surat Utang Negara (berupa Surat Perbendaharaan Negara (SPN/T-Bills) dan Obligasi Negara (ORI, FR/VR Bond, Global Bond) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara baik SBSN  berjangka pendek (Islamic T-Bills) maupun jangka panjang (Ijarah Fixed Rate, Global Sukuk, Sukuk Dana Haji Indonesia).



Gambar 4.1 Instrumen Pembiayaan Negara


 








Jenis-jenis instumen di atas, oleh pemerintah dikategorikan sebagai instrumen utang. Dimana penggunaan atau pengelolaan pada masing-masing instrumen tersebut berbeda. Untuk penyalurannya, dikategorikan menjadi lima, yaitu untuk pengelolaan kas negara, untuk pembiayaan defisit negara, pembiayaan kegiatan negara, pengelolaan portofolio dan pembiayaan-pembiyaan lain.
Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi bahwa pemerintah memiliki beberapa jenis instrumen pembiayaan negara. Jenis instrumen pinjaman dimasukan  ke dalam jenis instrumen utang pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri.
Begitupula dengan Surat Berharga Negara, SUN maupun Sukuk Negara. Dalam upaya pengelolaan utang dengan baik, maka pemerintah lebih memprioritaskan penerbitan Surat Berharharga Negara karena lebih bisa dikembangkan untuk pasar keuangan pemerintah. Mengenai pos-pos penyaluran atau penggunaan jenis instrumen utang negara tersebut, secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini
Gambar 4.2 Tabel Jenis Instrumen Utang









Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jenis instrumen utang pemerintah saat ini ada dua, yaitu:
Surat Berharga Negara, dibedakan menjadi:
1.    Surat Utang Negara (SUN)
Penggunaan SUN jangka pendek yaitu dikelola untuk kas negara. Sedangkan untuk SUN jangka panjang digunakan untuk pembiayaan defisit pemerintah, pengelolaan portofolio, dan pembiayaan-pembiayaan krisis lainnya.
2.    Surat Berharga Syariah Negara/Sukuk Negara
Penggunaan SBSN atau Sukuk Negara jangka pendek yaitu dikelola di kas negara. Sedangkan SBSN jangka panjang digunakan untuk pembiayaan defisit, pembiayaan kegiatan, dan pembiayaan-pembiayaan lainnya.
Dana haji yang masuk ke dalam kas negara akan dikelola oleh bagian perbendaharaan negara. Dalam pengelolaann dan penggunaan Sukuk dana haji di anggaran  negara, tidak ada prioritas ataupun penempatan khusus untuk pos apa.
Penggunaan dana-dana tersebut termasuk ke dalam general financing, yaitu penggunaan dana untuk pembiayaan yang bersifat umum bukan untuk project financing, yaitu pembiayaan untuk jenis pembangunan proyek tertentu.[4]
Karena Sukuk Dana Haji Indonesia termasuk ke dalam SBSN jangka panjang, dimana penggunaan SBSN jangka panjang adalah untuk pembiayaan kegiatan dan pembiayaan defisit. Melihat pos penggunaan Sukuk Dana Haji Indonesia adalah untuk general financing dapat dikatakan bahwa Sukuk Dana Haji memang digunakan untuk pembiayaan defisit. Bukan untuk pembangunan proyek tertentu.
Hingga tahun 2010, defisit APBN memang tidak bisa dielakan,. Sumber penerimaan terbesar untuk pembiayaan defisit APBN sendiri adalah Surat Berharga Negara, untuk lebih jelas bias dilihat di grafik di bawah ini:

Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Penerimaan Pembiayaan
dan Defisit APBN








Sumber: Materi Sukuk Goes to Campus, Jakarta 7 Mei 2010

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa dari tahun ke tahun Indonesia selalu mengalami defisit. Lonjakan defisit yang sangat tinggi terjadi pada tahun 2009.
Pada tahun anggaran 2009, kebijakan defisit anggaran lebih diarahkan untuk konsolidasi fiskal dengan tetap mempertahankan adanya stimulus bagi perekonomian. Defisit pada tahun 2009 adalah 1,5 persen terhadap PDB, lebih rendah 0,6 persen dibandingkan target defisit pada perubahan APBN tahun 2008. [5]
Penurunan defisit tersebut sejalan dengan usaha untuk meningkatkan penerimaan negara, upaya penurunan belanja subsidi terutama melalui pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dan listrik, serta upaya untuk membagi beban yang dihadapi antara Pemerintah pusat dan derah melalui reformulasi dana perimbangan yang lebih adil. Defisit yang mencapai 1,5 persen terhadap PDB tersebut, sebagaimana kecenderungan beberapa tahun terakhir, akan lebih banyak dipenuhi dari utang terutama penerbitan surat berharga.
Pada grafik di atas dapat dilihat posisi surat berharga dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Dalam grafik tersebut, yang digambarkan adalah surat berharga neto.
Surat Berharga Neto adalah selisih antara SBN yang diterbitkan dengan SBN yang jatuh tempo dan yang dibeli kembali. Mengingat target pembiayaan SBN dalam APBN ditetapkan dalam bentuk penerbitan SBN Neto, maka Pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menentukan jumlah penerbitan SBN dan jumlah pembelian kembali.[6]
Penerimaan pembiayaan memang lebih banyak didominasi oleh surat berharga dibandingkan dengan pinjaman luar negeri serta dalam negeri dan sumber non utang lainnya.
Hal tersebut selaras dengan kebijakan yang diambil pemerintah bahwa lebih memprioritaskan SBN dibanding utang luar negeri dan dalam negeri dengan alasan membantu pemerintah agar tidak terlalu ketergantungan dengan utang itu sendiri.
Selain itu pinjaman luar negeri juga hanya dibatasi untuk pinjaman lunak pembangunan infrastruktur dan energi, perubahan iklm, dan proyek pembangunan lainnya seperti kesehatan dan pendidikan[7]
Untuk lebih jelasnya, mengenai penerbitan Surat Berharga Negara dapat dilihat pada tabel di bawah ini:








Gambar 4.4 Tabel Realisasi Penerbitan SBN 2010









Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi penerbitan Surat Berharga Negara adalah sebesar 57,5 Triliun dengan komposisi Surat Berharga Syariah Negara sebesar 24,5 Triliun. Dari total SBSN tersebut, Sukuk Dana Haji Indonesia menyumbang sebesar 10,7 Triliun.
Itu artinya Sukuk Dana Haji Indonesia telah menyumbang sebesar 44,5% dari dari total penerbitan SBSN. Nominal tersebut bisa dikatakan cukup besar mengingat Sukuk Dana Haji tergolong baru dan belum genap dua tahun berjalan.
Nilai kupon SDHI tercatat antara 7,55-8,52 % dengan tenor dua belas bulan bulan sampai dengan tiga tahun yang disesuaikan dengan kebutuhan Kementerian Agama.
Sampai saat ini memiliki jumlah imbalan yang sudah dibayarkan sebelum pajak sekitar Rp 252,3 miliar. Dengan potongan pajak sebesar Rp 47,1 miliar, maka neto hasil investasi yang diperoleh adalah Rp 205,2 miliar.[8]
Dari total Sukuk Dana Haji yang diterbitkan, sudah ada 3 jenis yang jatuh tempo. Dari ketiga jenis tersebut, diperoleh hasil perhitungan kupon sebagai berikut:
No.
Seri
Tgl Terbit
Tgl Jatuh Tempo
Tgl Bayar Kupon
Kupon
Nominal Sukuk


1
SDHI 2010 A
07-Mei-09
07-Mei-10
tgl 7/bulan
8,52%
Rp1.500.000.000.000

2
SDHI 2010 B
24-Jun-09
07-Mei-10
tgl 7/bulan
7,38 %
Rp 850.000.000.000

3
SDHI 2010 C
24-Jul-09
24-Aug-10
Tgl 24/bulan
7,89%
Rp 336.000.000.000

Gambar 4.5 Tabel Sukuk Dana Haji Jatuh Tempo
           
Perhitungan jumlah kupon yang diterima dengan pengurangan pajak sebesar 15%:
SDHI 2010 A
Rp  90.545.000.000
SDHI 2010 B
Rp 471.431.000.00
SDHI 2010 C
Rp 1.877.820.000
Dapat dikatakan bahwa Sukuk Dana Haji Indonesia sebagai salah satu instrumen pembiayaan negara memiliki beberapa kelabihan dibandingkan dengan dana haji yang diletakan di deposito perbankan, yaitu:
1.         Memberikan imbalan tetap (fix return), yaitu imbalan diberikan secara periodik. Imbal balik yang diberikan oleh Sukuk Dana Haji Indonesia adalah fixed coupon yang disepakat di awal akad (predetermined) dan dibayarkan secara periodik setiap bulannya.
2.         Investasi yang aman, yaitu pembayaran imbalan dan nilai nominal dijamin oleh negara dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2008 dan Undang-Undang APBN setiap tahunnya.
3.         Pajak terhadap imbalan SBSN (15%) lebih kecil daripada pajak terhadap bagi hasil deposito (20%).
Kaitan SBSN dengan instrumen pembiayaan negara yaitu bahwa SBSN dikategorikan sebagai instrumen kebijakan fiskal khusus, yakni konsep pengelolaan keuangan negara dimaksudkan untuk mendapatkan sejumlah dana dari para investor untuk pembiayaan APBN dengan menyertakan Underlying Asset.
3.    Pengelolaan Utang Negara
Untuk membiayai keadaan negara yang mengalami defisit, cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak atau dengan utang, baik yang berasal dari masyarakat ataupun pihak lain dengan cara penerbitan obligasi.
Berdasarkan data Dirjen Pengelolaan Hutang, dalam APBN-P 2010 defisit anggaran mencapai 2,1% terhadap GDP atau sekitar Rp 133,7 T dengan GDP Rp 5.393,77 T (2009). Sementara rasio total utang terhadap GDP nominal asumsi APBN-P 2010 mencapai 26%.[9]
Bisa dikatakan  selama periode 1997  hingga 2009, tepatnya hingga sekarang. Pemerintah hampir selalu mengandalkan utang dalam negeri berupa penerbitan surat-surat berharga atau obligasi pemerintah.
Dalam buku Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara tahun 2009, disebutkan bahwa kebijakan penerbitan SBSN dilakukan dalam rangka perluasan basis investor, diversifikasi sumber pembiayaan, dan pengembangan pasar keuangan dalam  negeri, instrumen keuangan ini pada prinsipnya sama seperti surat berharga konvensional, dengan  perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, serta adanya aqad atau penjanjian antara para pihak berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Kaitannya dengan hal tersebut, dalam kebijakan Pengelolaan Utang tahun 2008-2010 disebutkan pula bahwa tujuan pengelolaan utang salah satunya adalah diversivikasi sumber pembiayaan termasuk pengembangan instrumen pembiayaan syariah.[10]

Berikut ini gambaran utang negara hingga tahun 2010:
Gambar 4.6 Gambaran Utang Negara














Sumber: Buku Saku Perkembangan Utang Negara(Oktober 2010)

Dari grafik di atas terlihat bahwa memang hutang pemerintah hingga tahun 2010 yang berasal dari penerbitan surat berharga negara lebih tinggi, yaitu sebesar 64 % dibandingkan dengan hutang dari pinjaman luar negeri yang sebesar 36 %. Serta dapat dilihat pula bahwa dari tahun ke tahun perkembangan utang negara melalui Surat Berharga Negara mengalami kenaikan.
Berhutang negara secara logis disebabkan oleh jumlah pengeluaran melebihi kapasitas penerimaannya. Sehingga, defisit terpaksa dibiayai melalui hutang pemerintah yang besarannya dijabarkan secara detail pada neraca anggaran belanja.[11]
Pada dasarnya, pola defisit yang bersumberkan dari hutang bersifat menambal  bukan membangun. Selain itu, pembiayaan defisit bukan didasarkan untuk penggunaan yang produktif, namun  membiayai aktivitas non-profit bahkan tidak produktif. Ke depan pengekalan pola semacam ini akan merobohkan sendi-sendi dan daya dukung fiskal terhadap pembangunan ekonomi nasional, terlebih upaya mendukung kehidupan rakyat. Jadi, pola belanja negara demikian telah  memberikan  kerentanan  pada aspek ketahanan stabilitas fundamental dan rentan terjebak pada perangkap hutang (trap of debt)
Kalau dalam ekonomi Islam, utang itu sah, tapi bukan kegiatan yang disukai atau dianjurkan. Sedapat mungkin harus dihindari. Justru yang diajarkan dalam Islam itu adalah kita harus menyiapkan diri.[12]
Akantetapi, walau bagaimanapun juga, penghapusan defisit fiskal tetap menjadi harapan kosong selama penyebab-penyebab utama defisit itu tidak dihapuskan.
Hal-hal  penting yang harus diperhatikan dalam  rangka kebijakan fiskal tersebut adalah adalah sebagai berikut: [13]
1.    Ketidakmampuan atau ketidaksediaan pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan yang memadai melalui perpajakan dan sumber-sumber pemasukan inflasioner lainnya untuk memenuhi pengeluaran produktif dan penting lainnya.
2.    Kurangnya kesediaan pada sisi pemerintah untuk mengeliminasi atau mereduksi secara substansial pengeluaran mereka yang mubazir dan tidak produktif.
B.  Kelebihan dan Kekurangan Sukuk Dana Haji Indonesia
Pada dasarnya sukuk dana haji indonesia disemangati oleh kedua belah pihak, yaitu kepentingan Kementrian Agama dan Kementrian Keuangan.[14] Kelebihan yang didapat dari penempatan dana haji ke sukuk dana haji indonesia dari sisi Kementrian Agama diantaranya yaitu :
1.    Menghindari sistem risk perbankan
Sebelum ditempatkan pada sukuk dana haji Indonesia, dana haji ditempatkan di deposito perbankan. Dari sekian triliun dana haji yang masuk ke perbankan, hanya senilai 2 miliar. Sekiranya perbankan mengalami collaps maka uang dana haji senilai sekian triliun tidak ada yang menjamin.
Untuk alasan-alasan yang  kuat, pinjaman pemerintah jauh lebih aman dan dapat dipertanggungjawabakan daripada didepositokan di bank. Pemerintah lebih dapat dipercaya dan janjinya lebih dapat diyakini daripada bank karena peminjam mempunyai jaminan dari pemerintah akan kembalinya uang pinjaman itu tepat pada waktu yang telah dijanjikan.
 Dan diantara beberapa orang, dengan kondisi semacam itu lebih senang pada pinjamn pemerintah daripada pada bank lain sebagai tujuan utama mereka menyimpan uang. Di samping itu tindakan semacam ini merupakan perbuata amal, Karena mereka akan membantu pemerintah demi kebaikan seluruh masyarakat.[15] 
2.    Lebih terjamin dari sisi kesyariahannya
Dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk dana haji Indonesia akan lebih terjamin dari segi kesyariahannya. Selama ini, dana haji yang ditempatkan di 21 bank bisa diasumsikan tidak semuanya bank-bank tersebut adalah bank syariah. Sehingga dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk tentu tidak akan menghawatirkan karena sejak awal sudah ada akd yang jelas.
3.    Merupakan tempat investasi yang bebas default (gagal bayar)
Dilihat dari sisi Kementrian Agama sebagai investor, dengan menempatkan dana haji pada sukuk dana haji indonesia merupakan keptusan yang tepat. Karena hal pertama yang akan dipertimbangkan oleh investor  saat akan menempatkan dananya adalah default risk, karena sukuk ini milik pemerintah maka default risk nya tida ada. Karena seluruh dana dijamin oleh pemerintah.
Dari sisi Kementrian Keuangan tentu juga mendatangkan manfaat, diantaranya yaitu:
1.    Sumber pendanaan baru
Dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk dana haji indonesia menjadi sumber pembiayaan baru bagi pemerintah untuk membiayai APBN
2.    Efisiensi sektor keuangan
Dengan menempatkan dana haji langsung pada sukuk tentu akan lebih efisien karena dana langsung masuk ke kas negara dan pengelolaannya diatur langsung oleh perbendaharaan negara. berbeda ketika dana ditempatkan di sektor perbankan baru kemudian ditempatkan di surat berharga negara, hal tersebut akan menimbulkan tambahan spread karena ada tambahan efisiensi.
3.    Tambahan investor
Dengan ditempatkannya dana haji pada sukuk dana haji indonesia tentunya telah menambah basis investor baru bagi kementrian keuangan. Dengan bertambahnya investor maka akan menambah masukan bagi pembiayaan pemerintah.
Adapun beberapa kekurangan pada Sukuk Dana Haji Indonesia adalah:
1.    Mengurangi Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah
Pada aplikasinya, sukuk haji ternyata menarik dana haji yang terkumpul dalam DPK (dana pihak ketiga) bank syariah, dana yang selama ini mampu diserap dan membesarkan DPK bank syariah. Dana haji tersebut sedikit banyak telah pula mampu meningkatkan kapasitas produksi bank syariah[16]
Dana triliunan itu ditarik, baik dari bank syariah maupun bank konvensional, untuk diletakkan dalam portfolio sukuk haji. Bagi bank konvensional yang telah memiliki size asset atau DPK cukup besar penarikan ini relative tidak mengganggu, tetapi dengan size bank syariah yang masih kecil, kebijakan Kementerian Agama ini tentu akan mengganggu irama perkembangan bank-bank syariah.
2.    Keraguan pada pengelolaannya
Dari segi pengelolaannya di kas perbendaharaan negara ada sedikit kekhawatiran. Yaitu sukuk dana haji itu sendiri digunakan untuk general financing.[17]
Jadi ketika dana haji masuk ke kas negara maka akan dikelola oleh bagian perbendaharaan negara. Di bagian tersebut tidak ada klasifikasi atau pemisahan dana haji diagaunakan untuk apa. Tetapi dijadikan satu dengan dana-dana lain untuk kemudian digunakan untuk general financing tersebut. Secara syariah, hal tersebut menimbulkan keragu-raguan akan bercampurnya dana tersebut dengan dana non sukuk.


[1] Sekretaris Jenderal Kementrian Agama, Manajemen Penyelenggaraan Ibadah Haji, disampaikan pada Workshop Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tanggal 29 Desember 2010.
[2] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),    h. 241.
[3] Kritik Ekonomi Islam terhadap APBN, Majalah Sharing edisi 35 tahun IV (November 2009): h.11.
[4] Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010
[5] Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal, diakses dari http://docs.google.com/viewer?url=http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/08-08-15,+BAB+VI.pdf&chrome=true tanggal 23 Oktober 2010
[6] Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara tahun 2009
[7] Pengelolaan Utang Pemerintah RI, diakses pada tanggal 22 November 2010 dari http://www.dmo.or.id/dmodata/6Publikasi/4Presentasi/Presentasi_diskusi)dirjenPU_dengan_forkem_19April2010.pdf
[8] Rahmat Waluyanto, Pemerintah Kembali Terbitkan Sukuk, artikel diakses pada 17 Mei 2010 dari http://republika.co.id
[9] Dimas Bagus W.K., Telaah Kritis Budaya Berhutang Indonesia, diakses pada 23 Oktober 2010 dari http://suarapembaca.detik.com/read/2010/07/07/181558/1395067/471/telaah-kritis-budaya-berhutang-indonesia
[10] Agus P. Laksono, Sukuk Negara (SBSN) Instrumen Pembiayaan dan Investasi Berbasis Syariah, disampaikan pada Materi Sukuk Goes to Campus, Jakarta 7 Mei 2010
[11] Dimas Bagus W.K., Telaah Kritis Budaya Berhutang Indonesia, diakses pada 23 Oktober 2010 dari http://suarapembaca.detik.com/read/2010/07/07/181558/1395067/471/telaah-kritis-budaya-berhutang-indonesia
[12] Mustafa Edwin Nasution, Kritik Ekonomi Islam terhadap APBN, Majalah Sharing  edisi 35 tahun IV (November 2009), h: 12
[13] M. Umer Chapra, Sisitem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 138.
[14] Agus P. Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010.
[15] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam jilid 4 (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 2003), h. 506.
[16] Ali Sakti. Kanibalisme Keuangan Syariah, diakses pada 23 Oktober 2010 dari http://abiaqsa.blogspot.com/
[17] Agus P. Laksono, Staff  Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan RI, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar